BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Seiring
perkembangan perekonomian Indonesia yang maju dan pesat, banyak perusahaan yang
didirikan, baik itu perusahaan berskala kecil maupun perusahaan yang berskala
besar, akan tetapi dengan semakin berkembangnya perusahaan tersebut tidak
banyak perusahaan yang dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan
tersebut dalam waktu yang lama, sehingga tidak banyak pula perusahaan yang
mengalami gulung tikar.
Jika perusahaan
ingin tetap terus berkembang dan tidak ingin mengalami gulung tikar maka
perusahaan harus mempunyai tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka
panjang maupun jangka pendek. Tujuan jangka panjang perusahaan adalah perluasan
dari usaha yang dilakukan, sedangkan tujuan jangka pendek adalah untuk memperoleh
laba semaksimal mungkin.
Dimana untuk
memenuhi tujuan tersebut, perusahaan sangat dituntut adanya manajemen yang
berkualitas yang dapat mengelola perusahaan dengan baik serta dapat melihat
peluang dimasa yang akan datang dan dimasa sekarang. Dalam melakukan
perencanaan dan penentuan langkah yang harus digunakan perusahaan, seorang
manajer perlu melakukan pemeriksaan dan analisis terhadap laporan keuangan
perusahaannya.
Dari
hasil analisa laporan keuangan tersebut didapatkan informasi yang dapat
digunakan untuk pengambilan keputusan dimasa yang akan datang dan memberikan
peramalan mengenai laba yang dapat diharapkan serta sebagai alat instruksi pada
pembuatan perencanaan dan pengambilan keputusan.
Dengan
perencanaan sebaik mungkin dapat menjadi keberhasilan manajemen agar
menghasilkan pekerjaan yang lebih efektif dan efisien. Dengan penggunaan
laporan keuangan dalam menganalisis kinerja keuangan perusahaan secara
menyeluruh dapat juga menjadi media informasi yang dapat digunakan bagi pihak
investor sebagai pihak yang menanamkan dananya untuk kepentingan investasi pada
perusahaan. Agar para investor tersebut dapat melakukan analisis terhadap
kinerja keuangan perusahaan untuk mengetahui laba yang akan diperoleh dari dana
yang diinvestasikan. Dari hasil penilaian tersebut dapat dijadikan bahan acuan,
apakah investor akan mempertahankan sahamnya atau mengalihkannya pada
perusahaan lain.
Aktivitas
perusahaan yang baik dalam pencapaian tujuan, perusahaan perlu menerapkan
penganalisaan terhadap unsur-unsur keuangan. Adapun alat analisis yang
digunakan dengan memakai perihitungan rasio-rasio keuangan maupun dengan
menggunakan metode altman z-score untuk mengetahui tingkat kesehatan perusahaan
tersebut, dan membandingkan kinerja keuanganya dari tahun ke tahun serta dapat
pula membandingkan kinerja keuangannya dengan perusahaan lain. Dengan analisis
tersebut perusahaan dapat mengevaluasi kinerja keuangannya, sehingga dapat
mempermudah melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.
Menurut
Hanafi dan Halim (2005:5), analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan
pada dasarnya karena ingin mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) dan
tingkat risiko atau kesehatan suatu perusahaan. Analisis rasio merupakan
analisis yang sering digunakan dalam menilai kinerja keuangan selama ini, namun
analisis ini hanya dapat memperlihatkan satu aspek saja tanpa dapat
menghubungkannya dengan aspek yang lain. Mengatasi kelemahan ini maka dapat
dipergunakan alat analisis yang menghubungkan beberapa rasio sekaligus untuk
menilai kondisi keuangan yaitu rasio Z-score.
Analisis
Z-score dikenal juga sebagai analisis kebangkrutan karena dari score yang
dihasilkan dapat dilihat apakah suatu perusahaan mempunyai kondisi keuangan
yang sehat, menunjukan tanda-tanda kebangkrutan atau perusahaan malah berada
dalam kondisi terparah yaitu kebangkutan. Berdasarkan pengertiannya bahwa
metode Z-score (altman) adalah suatu alat yang memperhitungkan dan
menggabungkan beberapa rasio-rasio keuangan tertentu dalam perusahaan dalam
suatu persamaan diskriminasi yang akan menghasilkan skor tertentu yang akan
menunjukan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan.
Oleh
karena itu, pada penelitian ini penulis akan menggunakan metode Alman Z-score
untuk mengetahui bagaimana kondisi PT. PLN, apakah perusahaan tersebut dalam
keadaan sehat atau dalam keadaan tidak sehat dalam artian terancam bangkrut.
Maka dari itu penulis mengambil judul “Analisis
Tingkat Kesehatan Keuangan PT. PLN (Persero) Dengan Menggunakan Metode Altman
Z-Score (Akhir Periode 2008-2012)”
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimanakah
tingkat kesehatan keuangan PT. PLN (Persero) berdasarkan metode Altman Z-score?
1.3. Batasan Masalah
Mengingat
begitu luasnya ruang lingkup penelitian ini, maka penulis membatasi
permasalahan tersebut pada :
1.
Elemen laporan keuangan yang digunakan
adalah neraca dan laporan laba-rugi PT. PLN (Persero) tahun 2008-2012
2.
Data penelitian yang digunakan adalah
data pertahun.
3.
Data yang diteliti seluruhnya merupakan
data sekunder yang diperoleh dari website PT. PLN (Persero)
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesehatan keuangan PT. PLN (Persero)
berdasarkan metode Altman Z-Score
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1.
Manfaat akademis
Penelitian ini erat
hubungannya dengan matakuliah manajemen keuangan, sehingga dengan melakukan
penelitian ini diharapkan penulis dan semua pihak yang berkepentingan dapat
lebih memahaminya.
1.5.2.
Manfaat dalam implementasi atau praktik
Penelitian ini
memfokuskan kepada PT. PLN (Persero) sebagai objek penelitian, sehingga
diharapkan para pengambil kebijakan dalam PT.PLN (Persero) maupun pihak-pihak
lain yang bersangkutan dapat menggunakan hasil penelitian sebagai bahan
pertimbangan untuk mengambil keputusan.
1.6. Metodologi Penelitian
1.6.1.
Objek
penelitian
Laporan
keuangan (neraca dan laporan laba rugi) PT PLN (Persero) akhir periode
2008-2012
1.6.2.
Metode
pengumpulan data
Untuk memperoleh data-data tersebut,
penulis menggunakan metode sebagai berikut:
1.
Metode
Studi Pustaka
Memahami dan mendalami materi serta
teori yang berhubungan dengan pembahasan analisis potensi kebangkrutan dan
model Altman untuk mencari teori-teori serta konsep-konsep yang dapat dijadikan landasan
teori dalam mendukung penulisan ilmiah ini.
2.
Metode
Studi Lapangan
Berupa data sekunder yaitu laporan keuangan (neraca
dan laporan laba rugi) PT PLN (Persero) periode
2008 - 2012 yang diperoleh melalui Internet.
1.6.3.
Alat
analisis yang digunakan
1. Analisis
deskriptif
Penulis menggunakan tabel dan grafik untuk memperjelas pembahasan pada
penelitian ilmiah ini.
2. Analisis
kuantitatif
Analisis kuantitatif yang digunakan pada penulisan ilmiah ini adalah analisis
Altman Z-Score pada perusahaan non manufaktur.
|
Dengan formula :
Keterangan :
Z : Overall Indeks (Indeks Keseluruhan)
X1 : Working Capital to Total Assets (Modal
Kerja / Total Aktiva)
X2 : Retained Earning to Total
Assets (Laba yang Ditahan / Total Aktiva)
X3 : Earning Before Interest and
Taxes to Total Assets (Laba Sebelum Bunga dan Pajak / Total Aktiva)
X4 : Book Value of Equity to Book
Value of Liabilities (Nilai Buku Modal / Nilai Buku Hutang)
Selain itu penulis menggunakan
bantuan software berupa Microsoft Excel untuk menghasilkan perhitungan rasio
yang baik.
1.7. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan
Bab pertama menguraikan Latar Belakang masalah,
Rumusan Masalah dan Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian
dan Sistematika Penulisan yang merupakan gambaran umum dari semua bab.
BAB II : Landasan Teori
Dalam
bab kedua akan menjelaskan mengenai teori-teori yang mendasari penelitian yang
dilakukan oleh penulis
Bab III : Metode Penelitian
Dalam
bab ketiga akan dijelaskan mengenai objek Penelitian, Sumber Data, Metode
Pengumpulan Data dan Alat Analisis yang Digunakan
Bab IV : Pembahasan
Pada
bab keempat akan menguraikan data perusahaan yang diperoleh untuk menganalisis
Tingkat Kesehatan PT. PLN (Persero) Dengan Menggunakan Metode Altman Z-Score
(Akhir Periode 2008-2012)
Bab V : Penutup
Pada
bab kelima, penulis mencoba untuk memberikan beberapa kesimpulan berdasarkan
apa yang telah diuraikan pada bab I sampai dengan bab IV serta beberapa saran
dengan harapan dapat bermanfaat bagi kemajuan perusahaan
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kerangka Teori
2.1.1.
Pengertian
Laporan Keuangan
Fungsi akuntansi dalam
perusahaan adalah mencatat transaksi-transaksi yang terjadi serta yang
berhubungan terhadap aktiva, hutang, modal, hasil, dan biaya dalam perusahaan
tersebut. Transaksi-transaksi yang terjadi ini selanjutnya dilaporkan dalam
bentuk laporan keuangan. Beberapa definisi mengenai laporan keuangan yang
dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain:
Laporan keuangan adalah hasil akhir
proses akuntansi, setiap transaksi yang dapat diukur dengan nilai mata uang,
dicatat dan diolah sedemikian rupa dan disajikan dalam nilai uang (Agnes Sawir,
2001:2)
Laporan Finansiil (Financial
Statement), memberikan ikhtisar mengenai keadaan finansiil suatu
perusahaan, dimana Neraca (Balance Sheet) mencerminkan nilai aktiva,
utang dan modal sendiri pada suatu saat tertentu, dan Laporan Rugi Laba (Income
Statement) mencerminkan hasil-hasil yang dicapai selama suatu periode
tertentu biasanya meliputi periode satu tahun (Bambang Riyanto,2001:327).
Laporan keuangan merupakan
ringkasan dari suatu proses pencatatan atau ringkasan dari transaksi-transaksi
keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan (Zaki Baridwan,
2004:17).
Menurut Lili M. Sadeli (2008:18)
laporan keuangan adalah laporan tertulis yang memberikan informasi kuantitatif
tentang posisi keuangan dan perubahan-perubahannya, serta hasil yang dicapai
selama periode tertentu.
Munawir (2000:2) mengemukakan bahwa
laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat
digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas
suatu perusahaan tersebut.
Pengertian laporan keuangan menurut Ikatan Akuntansi
Indonesia adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang
lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi
keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti misalnya sebagai
laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan-cacatan dan bagian integral
dari laporan keuangan.
Dari beberapa kutipan diatas, dapat
disimpulkan bahwa laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang
dapat memberikan informasi kuantitatif tentang posisi keuangan, dan
perubahan-perubahannya yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan, dan
dapat digunakan sebagai alat berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas
suatu perusahaan dengan pihak yang berkepentingan dengan atau aktivitas
perusahaan tersebut.
2.1.2.
Elemen-elemen
Laporan Keuangan
Laporan keuangan disusun berdasarkan standar akuntansi
keuangan sehingga dapat menghindari salah tafsir dari para pengguna laporan
keuangan tersebut serta menyeragamkan dalam penyajian dalam laporan keuangan.
Elemen-elemen laporan keuangan terdiri dari; laporan laba-rugi, neraca, laporan
perubahan modal, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Laporan
keuangan perusahaan yang pokok dan digunakan untuk memahami kondisi keuangan,
khususnya dalam menilai potensi kebangkrutan perusahaan terdiri dari Neraca dan
Laporan Rugi Laba.
1. Neraca
Neraca adalah laporan yang menunjukkan posisi keuangan suatu
perusahaan pada tanggal tertentu. Keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan
jumlah harta yang dimiliki (aktiva) dan jumlah kewajiban perusahaan (pasiva),
dengan kata lain, aktiva adalah investasi didalam perusahaan dan pasiva merupakan
sumber-sumber yang digunakan untuk investasi tersebut. Bentuk Neraca dapat
dibagi dalam dua bentuk :
a.
Bentuk rekening T, dimana aktiva disusun
dibagian kiri (debit) dan pasiva disusun dibagian kanan (kredit) serta dibagi
menjadi dua kelompok yaitu utang dan modal.
b.
Bentuk laporan, dimana aktiva, utang dan modal
disusun dengan urutan kebawah (vertical).
2. Laporan
Rugi Laba
Laporan rugi laba adalah suatu laporan yang menunjukkan
pendapatan pendapatan dan biaya-biaya dari suatu unit usaha untuk suatu periode
tertentu. Selisih antara pendapatan dan biaya merupakan laba yang diperoleh
atau rugi yang diderita oleh perusahaan Dari uraian tersebut dapat dilihat
pentingnya laporan laba rugi yaitu sebagai alat untuk mengetahui kemajuan yang
dicapai perusahaan dan untuk mengetahui laba atau rugi yang didapat dalam suatu
periode.
3. Laporan
Perubahan Modal
Laporan perubahan modal adalah salah satu bentulk laporan keungan yang memberikan informasi tentang
penyebab bertambah atau berkurangnya modal selama dalam masa periode tertentu.
Didalam laporan perubahan modal
terdapat beberapa komponen diataranya :
a. Modal awal : Keseluruhan
dana yang di investasikan kedalam perusahan yang digunakan untuk menunjang pengoperasian perusahan pada saat
awal perusahan tersebut baru berdiri atau posisi modal awal perusahan pada awal
bulan pada tahun yang bersangkutan.
b.
Laba / rugi : Selisih dari
bersih antara total pendapatan dengan total biaya.
c.
Prive : Penarikan
sejumlah dana oleh pemilik perusahan yang digunakan untuk keperluan di luar
kegiatan / operasional perusahaan atau yang digunakan untuk keperluan pribadi.
d.
Modal akhir : Keseluruhan
dana yang merupakan hasil akhir dari penambahan modal awal ditambah dengan laba
(jika mengalami keuntungan) atau pengurangan modal awal dikurangi rugi usaha
(Jika mengalami kerugian) kemudian dikurangi dengan total prive dan hasil
merupakan modal akhir.
Jadi unsur yang termasuk di dalam
laporan perubahan modal terdiri dari Investasi awal atau modal awal, laba-rugi
selama periode yang bersangkutan, prive penarikan modal oleh pemilik dan modal
akhir.
4. Laporan
Arus Kas
Arus kas
(cash flow) adalah suatu laporan keuangan yang berisikan pengaruh kas dari
kegiatan operasi, kegiatan transaksi investasi dan kegiatan transaksi
pembiayaan/pendanaan serta kenaikan atau penurunan bersih dalam kas suatu
perusahaan selama satu periode.
Menurut PSAK No.2 (2002 :5) Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas atau setara kas. Laporan arus kas merupakan revisi dari mana uang kas diperoleh perusahaan dan bagaimana mereka membelanjakannya. Laporan arus kas merupakan ringkasan dari penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan selama periode tertentu (biasanya satu tahun buku).
Menurut PSAK No.2 (2002 :5) Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas atau setara kas. Laporan arus kas merupakan revisi dari mana uang kas diperoleh perusahaan dan bagaimana mereka membelanjakannya. Laporan arus kas merupakan ringkasan dari penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan selama periode tertentu (biasanya satu tahun buku).
Laporan
arus kas (cash flow) mengandung dua macam aliran/arus kas yaitu :
a. Cash inflow
Cash inflow adalah arus kas yang
terjadi dari kegiatan transaksi yang melahirkan keuntungan kas (penerimaan
kas). Arus kas masuk (cash inflow) terdiri dari:
·
Hasil
penjualan produk/jasa perusahaan.
·
Penagihan
piutang dari penjualan kredit.
·
Penjualan
aktiva tetap yang ada.
·
Penerimaan
investasi dari pemilik atau saham bila perseroan terbatas.
·
Pinjaman/hutang
dari pihak lain.
·
Penerimaan
sewa dan pendapatan lain.
b. Cash out
flow
Cash out flow adalah arus kas yang
terjadi dari kegiatan transaksi yang mengakibatkan beban pengeluaran kas. Arus
kas keluar (cash out flow) terdiri dari :
· Pengeluaran biaya bahan baku, tenaga
kerja langsung dan biaya pabrik lain-lain.
· Pengeluaran biaya administrasi umum
dan administrasi penjualan.
· Pembelian aktiva tetap.
· Pembayaran hutang-hutang perusahaan.
· Pembayaran kembali investasi dari
pemilik perusahaan.
· Pembayaran sewa, pajak, deviden,
bunga dan pengeluaran lain-lain.
Laporan arus kas ini memberikan
informasi yang relevan tentang penerimaan dan pengeluaran kas dari perusahaan dari
suatu periode tertentu, dengan mengklasifikasikan transaksi berdasarkan pada
kegiatan operasi, investasi dan pendanaan.
Menurut PSAK No.2 (2002:9) Laporan
arus kas harus melaporkan arus kas selama periode tertentu yang
diklasifikasikan menurut aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan.
5. Catatan
atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) adalah salah satu unsur laporan
keuangan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar
terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca,
dan Laporan Arus Kas (LAK) dalam rangka
pengungkapan yang memadai.
CaLK
meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam LRA, Laporan Perubahan SAL, Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), Neraca,
dan LAK. CaLK juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang
dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi
lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP) serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian
laporan keuangan secara wajar.
CaLK
mengungkapkan/menyajikan/menyediakan hal-hal sebagai berikut:
a. Mengungkapkan informasi umum tentang
Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi;
b. Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan
dan ekonomi makro;
c. Menyajikan ikhtisar pencapaian
target keuangan selama tahun pelaporan berikut kendala dan hambatan yang
dihadapi dalam pencapaian target;
d. Menyajikan informasi tentang dasar
penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih
untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan
kejadian-kejadian penting lainnya;
e. Menyajikan rincian dan penjelasan
masing-masing pos yang disajikan pada lembar muka laporan keuangan;
f. Mengungkapkan informasi yang
diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan (PSAP) yang belum disajikan dalam lembar muka laporan
keuangan;
g. Menyediakan informasi lainnya yang
diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka
laporan keuangan;
2.1.3
Tujuan
Laporan Keuangan
Laporan
keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan (Agnes Sawir, 2001) mempunyai
tujuan:
1.
Menyediakan informasi yang menyangkut
posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang
bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
2.
Laporan keuangan disusun untuk memenuhi
kebutuhan bersama oleh sebagian besar pemakainya, yang secara umum
menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu.
3.
Laporan keuangan juga menunjukan apa
yang dilakukan manajemen atas pertanggungjawaban manajemen pada sumber daya
yang dipercayakan kepadanya.
Selain tujuan diatas, Darsono (2004:7) menyatakan bahwa
laporan keuangan juga dapat menurunkan information
asymmetry yaitu kondisi dimana informasi yang dimiliki oleh satu pihak
lebih banyak dibandingkan dengan pihak lainnya.
Sebagai contoh, informasi yang dimiliki oleh Direksi
lebih banyak dibandingkan dengan informasi yang dimiliki oleh pemilik (investor
/ kreditor), sehingga dengan adanya laporan keuangan, informasi akan tersebar
secara merata antara pengelola dengan pemilik perusahaan.
2.1.4
Analisis
Laporan Keuangan
Analisis laporan keuangan adalah
salah satu alat yang dapat dipergunakan untuk membuat atau mengambil suatu
keputusan, antara lain mengenai rencana-rencana perusahaan, penanaman modal,
pencarian sumber-sumber dana perusahaan, bagi penanaman modal analisis atas
ikhtisar keuangan juga merupakan suatu penilaian keadaan keuangan dan hasil
usaha perusahaan.
Salah satu aspek penting dalam
analisis terhadap laporan keuangan dari sebuah perusahaan adalah kegunaannya
untuk memprediksi kelangsungan hidup perusahaan. Prediksi tentang kelangsungan
hidup perusahaan sangatlah penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan untuk
mengantisipasi kemungkinan adanya potensi kebangkrutan. Kebangkrutan perusahaan
banyak membawa dampak yang begitu berarti untuk perusahaan, bukan untuk
perusahaan itu sendiri tapi juga terhadap karyawan, investor, dan pihak-pihak
lain yang terlibat dalam kegiatan perusahaan.
Iman Santoso (2009:482)
mengemukakan bahwa untuk memprediksi kelangsungan hidup perusahaan tersebut
maka membutuhkan beberapa metode dan teknik-teknik yang perlu dipergunakan.
Metode analisis keuangan terdiri dari :
1. Analisis
horizontal (analisis dinamis)
Analisis ini digunakan dengan cara membandingkan
laporan keuangan untuk beberapa periode, sehingga akan diketahui
perkembangannya. Analisis ini disebut juga sebagai analisis trend.
2. Analisis
vertikal (analisis statis)
Analisis ini digunakan dengan cara membandingkan
antara pos yang satu dengan pos yang lainnya dalam laporan keuangan tersebut
pada suatu periode tertentu. Dari hasil analisis ini, hanya akan diketahui
kesimpulan mengenai keadaan keuangaan dan hasil operasi pada saat itu saja
tanpa mengetahui perkembangannya.
Selain metode analisis,
teknik-teknik analisis juga diperlukan. Teknik-teknik analisis laporan keuangan
menurut Iman Santoso (2009:482), yaitu :
1. Analisis
perbandingan (comparative financial
statement analysis)
Analisa Perbandingan Laporan Keuangan yaitu metode dan teknik analisa
dengan cara memperbandingkan laporan keuangan untuk dua periode atau lebih,
dengan menunjukan :
a. Data absolut atau jumlah dalam rupiah
b. Kenaikan atau penurunan dalam jumlah rupiah
c. Kenaikan atau penurunan dalam prosentase
d. Perbandingan yang dinyatakan dengan ratio
e. Prosentase dari total
2. Analisis
trend (trend analysis)
Trend atau tendensi posisi dan kemajuan keuangan perusahaan yang
dinyatakan dalam prosentase adalah suatu metode atau teknik analisa untuk
mengetahui tendensi daripada keadaan keuangannya, apakah menunjukkan tendensi tetap, naik atau turun.
3. Laporan
dengan prosentase per komponen (common
size financial statement)
Laporan dengan prosentase per
komponen yaitu metode analisa untuk mengetahui prosentase investasi pada
masing–masing aktiva terhadap total aktivanya.
4. Analisis
rasio (ratio analysis)
Analisa rasio adalah suatu metode
analisa untuk mengetahui hubungan dari pos–pos tertentu dalam neraca atau
laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.
2.1.5
Kebangkrutan
Kebangkrutan adalah suatu kondisi disaat perusahaan mengalami
ketidakcukupan dana untuk menjalankan usahanya. Kebangkrutan juga sering
disebut kepailitan atau pailit, likuidasi perusahaan atau penutupan perusahaan
atau insolvabilitas. Menurut Undang Undang Kepailitan No. 4 Tahun 1998, debitur
yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang
yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
Pengadilan yang berwenang, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan
seorang atau lebih krediturnya (Yani dan Widjaja, 2004: 153).
Kebangkrutan akan cepat terjadi di negara yang sedang
mengalami kesulitan ekonomi, karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin
cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah sakit, kemudian
semakin sakit dan bangkrut. Banyak sekali kejadian seperti itu, perusahaan yang
tadinya sehat akibat adanaya kesulitan ekonomi secara langsung atau tidak
menjadi ambruk atau bangkrut. Kebangkrutan sebagai kegagalan didefinisikan
dalam beberapa arti.
1. Kegagalan
ekonomi (economic failure)
Kegagalan dalam arti ekonomi biasanya berarti bahwa
perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak menutup biayanya
sendiri,ini berarti tingkat labanya kecil dari biaya modal atau nilai sekarang
dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila
arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jatuh dibawah arus kas yang
diharapkan.Bahkan kegagalan dapat juag berarti bahwa tingkat pendapatan atas
biaya historis dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan.
2. Kegagalan
keuangan (financial failure)
Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang
membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus
kas ada dua bentuk :
a. Insolvensi
teknis (tehnical insolvency)
Perusahaan dapat dianggap gagal jika perusahaan tidak
dapat memenuhi kewajiban pad saat jatuh tempo. Walaupun total aktiva melebihi
utang atau terjadi bila suatu perusahaan gagal memenuhi salah satu atau lebih
kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio aktiva lancar terhadap utang
lancar yang telah ditetapkan atau rasio kekayaan bersih terhadap total aktiva
yang disyaratkan. Insolvensi teknis juga terjadi bila arus kas tidak cukup
untuk memenuhi pembayaran bunga atau pembayaran kembali pokok pada tanggal
tertentu.
b. Insolvensi
dalam pengertian kebangkrutan
Dalam pengertian ini kebangkrutan didefinisikan
dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau
nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.
Berdasarkan berbagai definisi di atas dapat
disimpulkan kebangkrutan adalah “kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi
perusahaannya, perusahaan mengalami ketidakcukupan dana untuk menjalankan
usahanya, baik dalam menutup biaya-biaya perusahaan maupun ketidakmampuannya
dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo, dinyatakan dalam putusan
pengadilan”.
2.1.6
Faktor-faktor
Penyebab Kebangkrutan
Menurut Darsono dan Ashari (2005),
secara garis besar penyebab kebangkrutan bisa dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Faktor
internal
Faktor internal adalah faktor yang
berasal dari bagian internal manajemen perusahaan. Faktor internal yang bisa
menyebabkan kebangkrutan perusahaan meliputi :
a. Manajemen
yang tidak efisien akan menyebabkan kerugian terus menerus yang pada akhirnya
menyebabkan perusahaan tidak dapat membayar kewajibannya. Ketidakefisienan ini
diakibatkan oleh pemborosan dalam biaya, kurangnya keterampilan, dan keahlian
manajemen.
b. Ketidakseimbangan
dalam modal yang dimiliki dengan jumlah piutang-hutang yang dimiliki. Hutang
yang terlalu besar akan mengakibatkan biaya bunga yang besar sehingga
memperkecil laba bahkan bisa menyebabkan kerugian. Piutang yang terlalu besar
juga akan merugikan karena aktiva yang menganggur terlalu banyak sehingga tidak
menghasilkan pendapatan.
c. Kecurangan
yang dilakukan oleh manajemen perusahaan bisa mengakibatkan kebangkrutan.
Kecurangan ini bisa berbentuk manajemen yang korup ataupun memberikan informasi
yang salah pada pemegang saham atau investor.
2. Faktor
eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang
berasal dari faktor luar yang berhubungan langsung dengan operasi perusahaan
atau faktor perekonomian secara makro. Faktor eksternal meliputi :
a. Perubahan
dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh perusahaan yang
mengakibatkan pelanggan lari sehingga terjadi
penurunan dalam pendapatan.
b. Kesulitan
bahan baku karena supplier tidak dapat memasok
lagi kebutuhan bahan baku
yang diproduksi.
c. Faktor
debitur juga harus diantisipasi untuk menjaga agar debitur tidak melakukan
kecurangan dengan mengemplang hutang.
d. Hubungan
yang tidak harmonis dengan kreditur juga bisa berakibat fatal terhadap hidup
perusahaan.
e. Persaingan
bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki diri
sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain dalam memenuhi kebutuhan
pelanggan.
f. Kondisi
perekonomian secara global juga harus selalu diantisipasi oleh perusahaan.
2.1.7
Pihak-pihak
yang Memanfaatkan Informasi Kebangkrutan
Informasi mengenai
prediksi kebangkrutan penting artinya bagi pihak-pihak lain yang terkait
diantaranya :
1. Bagi Investor
Informasi adanya prediksi
potensi kebangkrutan memberikan masukan bagi para investor dalam menanamkan
modal mereka, apakah mereka akan terus menanamkan modal mereka atau
menghentikan / membatalkan penanaman modal mereka keperusahaan,
sebab bagaimanapun pasti tidak menginginkan kerugian akibat mereka salah dalam
menanamkan modalnya.
2. Bagi Pemerintah
Prediksi kebangkrutan
digunakan pemerintah untuk menetapkan kebijakan dibidang perpajakan dan kebijakan-kebijakn
lain yang menyangkut hubungan pemerintah dengan perusahaan.
3. Bagi Bank dan Lembaga Perkreditan
Informasi akan kemungkinan
kebangkrutan yang dihadapi perusahaan nasabahnya dan calon nasabahnya sangat
diperlukan untuk menetukan status apakah pinjaman harus diberikan, negosiasi
pembayaran kembali pinjaman perlu dibuat ulang dan kebijakan lain sehubungan
dengan pinjaman.
Sedangkan pihak lain yang
memanfaatkan informasi kebangkrutan menurut Hanafi dan Halim (2000:261) ialah
1.
Akuntan
Akuntan mempunyai kepentingan mengenai informasi keuangan suatu
usaha,karena akuntan akan menilai kemampuan going
concern sutu perusahaan.
2.
Manajemen
Apabila manajemen bisa mendeteksi kebangkrutan ini lebih awal,
maka tindakan penghematan bisa dilakukan, misal dengan melakukan
merger atau restrukturisasi keuangan.
2.1.8
Metode
Altman Z-Score
Prediksi kebangkrutan
dengan formula Z-Score ditemukan pada tahun 1968 oleh Edward I. Altman, seorang
ahli ekonomi keuangan dan professor di Leonard N. Stern School of Business at
New York University. Z-Score digunakan untuk mengukur kesehatan financial dari
sebuah perusahaan dan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan tingkat
ketepatan dan keakuratan yang relatif dapat dipercaya.
Dalam studinya, pada awalnya Altman memiliki sampel 66 perusahaan manufaktur yang
terdiri dari 33 perusahaan yang bangkrut dan 33 perusahaan yang tidak bangkrut.
Selanjutnya dipilih pula 22 variabel (rasio) yang potensial untuk dievaluasi.
Dari 22 variabel tersebut kemudian dipilih 5 variabel (rasio) yang merupakan
kombinasi terbaik untuk memprediksi kebangkrutan. Analisis ini dikenal dengan nama analisis Altman Z-Score. Lima rasio
Z-Score tersebut adalah Working Capital to Total Assets Ratio,
Retained Earning to Total Assets Ratio, Earning Before Interest and Taxes to
Total Assets Ratio, Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities
Ratio, Sales to Total Assets.
2.1.9
Kegunaan
Analisis Z-Score
Analisis
Z-score dikenal juga sebagai analisis kebangkrutan, karena dari skor yang
dihasilkan dapat dilihat apakah suatu perusahaan mempunyai kondisi keuangan
yang sehat, menunjukkan tanda-tanda kebangkrutan atau perusahaan malah berada
pada kondisi terparah yaitu kebangkrutan. Hasil dari analisis ini dapat
digunakan oleh manajemen perusahaan untuk menjaga atau memperbaiki kinerja
perusahaan di masa yang akan datang. Selain itu, pihak kreditur dan pemegang
saham dengan menggunakan hasil analisis ini juga dapat melakukan
persiapan-persiapan untuk mengatasi berbagai kemungkinan buruk terjadi. Semakin
awal tanda-tanda kebangkrutan diketahui semakin baik bagi seluruh pihak yang
terkait di dalam perusahaan.
2.1.10
Perhitungan
Analisis Z-Score
Perhitungan analisis
Z-Score terdiri dari tiga versi, diantaranya versi pada perusahaan manufaktur
yang telah go publik, perusahaan manufaktur pribadi yang belum go publik, dan
perusahaan non manufaktur. Selanjutnya
akan dijelaskan secara terperinci untuk masing-masing versi.
1. Versi
Z-Score untuk perusahaan manufaktur yang telah go publik (Public Manufacturing)
Versi ini merupakan versi yang pertama kali
dikembangkan oleh Altman. Fungsi Diskriminan Z (Zeta) yang diturunkan Altman
adalah:

Keterangan :
Z : Overall Indeks (indeks
keseluruhan)
X1 : Working Capital to Total Assets (Modal Kerja / Total Aktiva)
X2 : Retained Earning to Total Assets (Laba yang Ditahan / Total
Aktiva)
X3 : Earning Before Interest and Taxes to Total Assets (Laba Sebelum
Bunga dan Pajak / Total Aktiva)
X4 : Market Value of Equity to Book Value of Liabilities (Nilai Pasar
Modal Sendiri / Nilai Buku Hutang)
X5 : Sales to Total Assets (Penjualan / Total Aktiva )
Prediksi
yang dihasilkan atas nilai Z-Score (Overall Indeks) adalah :
Tabel 2.1
Titik Cut-Off yang dilaporkan Altman
Untuk perusahaan Manufaktur yang
telah go public
Nilai cut-of
|
Keterangan
|
Z < 1,81
1,81 <Z< 2,99
Z > 2,99
|
Menunjukkan indikasi perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan
yang serius, hal ini perlu ditindaklanjuti oleh manajemen perusahaan agar
tidak terjadi kebangkrutan.
Menunjukkan bahwa perusahaan berada dalam kondisi rawan. Dalam
kondisi ini manajemen harus hati-hati dalam mengelola asset-aset perusahaan
agar tidak terjadi kebangkrutan (Grey
Area).
Menunjukkan perusahaan dalam kondisi keuangan yang sehat dan
tidak mempunyai permasalahan dengan keuangan (non-bankrupt company).
|
Sumber : Predicing Financial Distress of Companies : Revisiting
The Z-Score and Zeta â
Models ; 2000
2. Versi
Z-Score untuk perusahaan manufaktur yang belum go publik (Privately
Manufacturing)
Karena keterbatasan dari penggunaan Z-score yang hanya dapat digunakan
untuk perusahaan publik dan manufaktur, kemudian Altman mengembangkan dua
varian dari Z-Score, yaitu Z’-Score dan Z’’-Score. Z’-Score
ditujukan untuk perusahaan non publik (private)
dengan cara merumuskan kembali rasio yang digunakan, yaitu menghilangkan market value of equity dan menggantinya
dengan book value of equity.
Formula untuk
perusahaan yang tidak go public diubah menjadi sebagai berikut :
|

Z : Overall Indeks (indeks
keseluruhan)
X1 : Working Capital to Total Assets (Modal Kerja / Total Aktiva)
X2 : Retained Earning to Total Assets (Laba yang Ditahan / Total
Aktiva)
X3 : Earning Before Interest and Taxes to Total Assets (Laba Sebelum
Bunga dan Pajak / Total Aktiva)
X4 : Book Value of Equity to Book Value of Liabilities (Nilai Buku Modal
/ Nilai Buku Hutang)
X5 : Sales to Total Assets (Penjualan / Total Aktiva )
Tabel 2.2
Titik Cut-Off yang dilaporkan Altman
Untuk perusahaan Manufaktur yang
belum go public
Nilai cut-off
|
Keterangan
|
Z < 1,20
|
Menunjukkan indikasi perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan
yang serius, hal ini perlu ditindaklanjuti oleh manajemen perusahaan agar
tidak terjadi kebangkrutan.
|
1,20 < Z < 2,90
|
Menunjukkan bahwa perusahaan berada dalam kondisi rawan. Dalam
kondisis ini manajemen harus hati-hati dalam mengelola asset-aset perusahaan
agar tidak terjadi kebangkrutan (Grey
Area).
|
Z > 2,90
|
Menunjukkan perusahaan dalam kondisi keuangan yang sehat dan
tidak mempunyai permasalahan dengan
keuangan (non-bankrupt company).
|
Sumber
: Predicing Financial Distress of Companies : Revisiting The Z-Score and Zeta â Models ; 2000
3. Versi
Z-Score untuk Non Manufaktur baik yang sudah go publik maupun yang belum go
publik (Public or Private Non
manufacturing)
Versi terakhir adalah
Z’’-Score. Pada model terakhir ini rasio sales
to total asset dengan harapan industry effect, dalam pengertian ukuran
perusahaan terkait dengan aset atau penjualan dapat dihilangkan.
Persamaan yang diperoleh untuk perusahaan non
manufaktur (jasa) baik yang sudah go publik maupun yang belum go publik
(pribadi) adalah :

Z = 6,56 X1 + 3,26 X2
+ 6,72 X3+ 1,05 X4

Z : Overall
Indeks (indeks keseluruhan)
X1 : Working Capital to Total Assets (Modal
Kerja / Total Aktiva)
X2 : Retained Earning to Total Assets (Laba
yang Ditahan / Total Aktiva)
X3 : Earning Before Interest and Taxes to Total
Assets (Laba Sebelum Bunga dan Pajak / Total Aktiva)
X4 : Market Value of Equity to Book Value of
Liabilities (Nilai Pasar Modal Sendiri / Nilai Buku Hutang) (sudah go public)
Book
Value of Equity to Book Value of Liabilities (Nilai Buku Modal / Nilai Buku
Hutang) (belum go public)
Tabel 2.3
Titik Cut-Off yang dilaporkan
Altman
Untuk perusahaan Non Manufaktur baik
yang sudah go public maupun yang belum go public
Nilai cut-off
|
Keterangan
|
Z < 1,10
|
Menunjukkan
indikasi perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan yang serius, hal ini
perlu ditindaklanjuti oleh manajemen perusahaan agar tidak terjadi
kebangkrutan.
|
1,10 < Z < 2,60
|
Menunjukkan
bahwa perusahaan berada dalam kondisi rawan. Dalam kondisi ini manajemen
harus hati-hati dalam mengelola aset-aset perusahaan agar tidak terjadi
kebangkrutan (Grey Area).
|
Z > 2,60
|
Menunjukkan
perusahaan dalam kondisi keuangan yang sehat dan tidak mempunyai permasalahan
dengan keuangan (non-bankrupt company)
|
Sumber :
Predicing Financial Distress of Companies Revisiting
The Z-Score and Zeta â Models ; 2000
2.1.11.
Rasio-rasio
Lima Variabel
Ukuran yang sering
digunakan dalam analisa finansial adalah “rasio”.
Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah dengan
jumlah yang lain (Munawir, 2000:64).
Menurut Altman (Predicing
Financial Distress of Companies : Revisiting The Z-Score and Zeta â
Models : 2000) ada lima
rasio yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan sehat
atau akan memiliki masalah kebangkrutan. Rasio-rasio tersebut dikenal dengan
nama rasio lima
variabel.
1.
Working Capital to
Total Assets Ratio (Modal
Kerja terhadap Total Aktiva)
|

Rasio X1 mengukur likuiditas dengan membandingkan aktiva
likuid bersih dengan total aktiva. Aktiva likuid bersih atau modal kerja
didefenisikan sebagai total aktiva lancar
dikurangi total kewajiban lancar. Umumnya, bila perusahaan mengalami
kesulitan keuangan, modal kerja akan turun lebih cepat daripada total aktiva
menyebabkan rasio ini turun.
2.
Retained Earning In
Total Assets Ratio (Rasio
Laba Ditahan terhadap Total Aktiva)
![]() |
Rasio X2 mengukur kemampulabaan kumulatif dari perusahaan.
Pada beberapa tingkat, rasio ini juga mencerminkan umur perusahaan, karena
semakin muda perusahaan, semakin sedikit waktu yang dimilikinya untuk membangun
laba kumulatif. Bila perusahaan mulai merugi, tentu saja nilai dari total laba
ditahan mulai turun. Bagi banyak perusahaan, nilai laba ditahan dan rasio X2 akan
menjadi negatif.
3.
Earning Before Interest and Taxes to Total Assets
Ratio (Rasio EBIT terhadap Total Aktiva)
![]() |
Rasio X3 mengukur kemampulabaan, yaitu tingkat pengembalian dari
aktiva, yang dihitung dengan membagi laba selum bunga dan pajak (EBIT) tahunan
perusahaan dengan total aktiva pada neraca akhir tahun. Rasio ini juga dapat
digunakan sebagai ukuran seberapa besar produktifitas penggunaan dana yang
dipinjam. Bila rasio ini lebih besar dari rata-rata tingkat bunga yang dibayar,
maka berarti perusahaan menghasilkan uang yang lebih banyak daripada bunga
pinjaman.
4.
Market Value of Equity
to Book Value Of Liabilities Ratio (Rasio Nilai Pasar Modal Sendiri terhadap Nilai Buku Hutang)
![]() |
Rasio X4 merupakan kebalikan rasio utang per modal
sendiri (DER) yang lebih terkenal. Nilai
modal sendiri yang dimaksud adalah nilai pasar modal sendiri, yaitu jumlah
saham perusahaan dikalikan harga pasar per lembar sahamnya. Umumnya
perusahaan-perusahaan yang gagal mengakumulasi lebih banyak utang dibandingkan
modal sendiri.
5.
Sales to Total Assets
Ratio (Penjualan
trehadap Total Aktiva)
![]() |
Rasio X5, menunjukkan
tingkat perputaran total aktiva dalam satu tahun. Rasio ini juga digunakan
untuk menunjukkan efektifitas penggunaan seluruh harta perusahaan dalam rangka
menghasilkan penjualan bersih yang dapat dihasilkan oleh setiap rupiah yang
diinvestasikan dalam bentuk harta perusahaan. Kalau perputarannya lambat, ini
menunjukkan bahwa aktiva yang dimiliki terlalu besar dibandingkan dengan
kemampuan untuk menjual.
2.1.12.
Rating
Ekuivalen Perusahaan
Altman,
Hartzell, and Peck (Predicing Financial Distress of
Companies : Revisiting The Z-Score and Zeta â
Models : 2000) telah memodifikasi model Altman Z-Score untuk menciptakan model
emerging market scoring (EMS), suatu penilaian pasar dengan menggunakan rating
untuk menentukan perusahaan yang berada dalam kondisi sehat atau memiliki
masalah keuangan.
Tabel 2.4
Rating Ekuivalen
Perusahaan terhadap Nilai Rata-Rata EMS
US Equivalent Rating
|
Average Em score
|
AAA
|
8,15
|
AA+
|
7,60
|
AA
|
7,30
|
AA-
|
7,00
|
A+
|
6,85
|
A
|
6,65
|
A-
|
6,40
|
BBB+
|
6,25
|
BBB
|
5,85
|
BBB-
|
5,65
|
BB+
|
5,25
|
BB
|
4,95
|
BB-
|
4,75
|
B+
|
4,50
|
B
|
4,15
|
B-
|
3,75
|
CCC+
|
3,20
|
CCC
|
2,50
|
CCC-
|
1,75
|
D
|
0
|
Sumber : Predicing Financial
Distress of Companies : Revisiting The Z-Score and Zeta â Models ; 2000
2.1.13.
Kelebihan
dan Kekurangan Analisis Altman Z-Score
Kelebihan dari analisis Z-Score adalah dapat mengkombinasikan
beberapa rasio menjadi suatu model prediksi yang berarti, yaitu rasio yang
diuji tidak terpisah dan menjadi satu kesatuan sehingga dapat melihat skor
perusahaan tersebut secara keseluruhan, atau dapat disebut sebagai analisis
multivariate. Analisis Z-Score tidak memperhatikan bagaimana ukuran perusahan.
Meskipun seandainya perusahaan tersebut sangat makmur, bila Z-Score mulai turun
dengan tajam, lonceng peringatan harus
berdering. Selain itu kelebihan dari model ini dapat dipergunakan untuk
seluruh perusahaan, baik perusahaan go publik, pribadi, atau perusahaan jasa dalam
berbagai ukuran.
Kelemahan Z-Score model Altman ini adalah terletak pada penggunaan
rasio EBIT. Pengungkapan dan pelaporan keuangan antara perusahaan satu dengan
yang lain biasanya berbeda. Pada perusahaan tertentu adakalanya besar biaya
bunga tidak dinyatakan secara eksplisit sehingga EBIT sulit diterapkan, oleh
karenanya harus menggunakan EBT (Earning
Before Tax), dan ini bisa menyebabkan beragamnya data EBIT. Kelemahan yang
lain dari Z-Score ini adalah tidak ada rentang waktu yang pasti kapan
kebangkrutan akan terjadi setelah hasil Z-Score diketahui lebih rendah dari
standar yang ditetapkan.
Walaupun terdapat beberapa kelemahan dalam model ini kita dapat
menggunakannya untuk memberikan peringatan yang berharga sehingga kesulitan
keuangan dapat diatasi oleh manajemen perusahaan dengan segera.
2.2. Kajian Penelitian Sejenis
Dalam penelitian ini penulis
memperhatikan penelitian sejenis yang terdahulu yaitu :
1. Judul : “ANALISIS POTENSI
KEBANGKRUTAN PADA PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK DENGAN METODE ALTMAN Z-SCORE”
Oleh : Anna Maria (2011)
Kesimpulan : Berdasarkan
uraian yang telah dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil
kesimpulan :
1.
Perubahan rasio
variabel PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, periode 2006-2010
menunjukkan hasil sebagai berikut :
a.
Working Capital to Total Assets Ratio (Rasio modal kerja terhadap total aktiva),
menunjukkan angka sebesar -0,088 pada tahun 2006, -0,057 pada tahun 2007, -0,136
pada tahun 2008, -0,106 pada tahun 2009, -0,051 pada tahun 2010. Rasio yang
terbesar adalah pada tahun 2010 dan rasio terkecil adalah pada tahun 2008.
b.
Retained Earning to Total Assets Ratio (Rasio laba ditahan terhadap total aktiva),
menunjukkan angka sebesar 0,294 pada tahun 2006, 0,352 pada tahun 2007, 0,345
pada tahun 2008, 0,367 pada tahun 2009, 0,402 pada tahun 2010. Rasio terbesar
adalah pada tahun 2010 dan rasio terkecil adalah pada tahun 2006.
c.
Earning Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio
(Rasio EBIT terhadap total aktiva), menunjukkan
angka sebesar 0,310 pada tahun 2006, 0,329 pada tahun 2007, 0,240 pada tahun
2008, 0,202 pada tahun 2009, 0,179 pada tahun 2010. Rasio yang terbesar adalah
pada tahun 2007 dan rasio terkecil adalah pada tahun 2010.
d.
Market Value of Equity to Book Value of Liabilities
Ratio (Rasio nilai pasar modal
sendiri terhadap nilai buku hutang), menunjukkan angka sebesar 5,237 pada tahun
2006, 5,246 pada tahun 2007, 2,943 pada tahun 2008, 3,966 pada tahun 2009,
3,452 pada tahun 2010. Rasio yang terbesar adalah pada tahun 2007 dan rasio
terkecil adalah pada tahun 2008.
2.
Nilai indeks Z-Score yang dikembangkan
oleh Edward Altman dalam memprediksi potensi kebangkrutan pada PT
Telekomunikasi Indonesia Tbk, periode 2006-2010 menunjukkan hasil kinerja
keuangan yang sehat. Tahun 2006 indeks Z-Score sebesar 7,963, tahun 2007
sebesar 8,495, pada tahun 2008 sebesar 4,939, lalu pada tahun 2009 sebesar
6,023, dan pada tahun 2010 sebesar 5,805. Berdasarkan nilai rasio variabel
untuk menghitung indeks Z-Score selama periode 2006 sampai dengan 2010
menunjukkan nilai diatas cut-off Altman yaitu 2,60. Hal ini berarti
kinerja keuangan perusaahan berada pada keadaan yang sehat dan tidak mempunyai
permasalahan dengan keuangan. Nilai indeks Z-Score terbesar adalah pada tahun
2007 dan terkecil adalah pada tahun 2008.
2. Judul : “ANALISIS LAPORAN KEUANGAN UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DENGAN
METODE ALTMAN Z-SCORE”
Oleh : Basuki Padma (2011)
Kesimpulan : Berdasarkan
uraian yang telah dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa nilai
indeks Z-Score yang dikembangkan oleh Edward Altman dalam memprediksi potensi
kebangkrutan pada PT Matahari
Department Store, Tbk. periode 2006-2010 menunjukkan hasil kinerja keuangan yang
kurang sehat.
Tahun 2006 indeks Z-Score sebesar 34,117 tahun 2007 mengalami penurunan menjadi 12,736, tahun 2008 nilai indeks z-score mengalami penurunan tajam menjadi -2,146 , penurunan tersebut mengakibatkan perusahaan berada pada
daerah rawan kebangkrutan. Kembali pada tahun 2009 terjadi kenaikan nilai indeks Z-score yang menjadi -0,915. Namun kenaikan tersebut tidak membuat perusahaan keluar dari daerah
ancaman kebangkrutan. Sedangkan pada tahun 2010 terjadi peningkatan yang cukup tinggi, yaitu nilai indeks
Z-score menjadi 3,667 dan
mengakibatkan perusahaan berada pada titik aman, yaitu pada grey area.
Berdasarkan nilai rasio variabel untuk menghitung indeks Z-Score selama periode
2006 sampai dengan
2010
dapat diketahui pada saat tahun 2006 dan 2007 perusahaan berada jauh di atas titik cut
off namun pada tahun 2008 dan 2009, keadaan kinerja keuangan
perusahaan berada pada daerah dibawah grey
area, hal ini berarti kinerja keuangan perusahaan sedang dalam kondisi yang
tidak sehat dan menunjukan indikasi perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan
yang serius. Pada tahun 2010 menunjukkan nilai dibawah cut-off Altman 2,60. Hal ini berarti
kinerja keuangan perusahaan
sedang berada pada keadaan kurang sehat dan patut untuk diwaspadai akan ancaman
kebangkrutan. Hal ini menuntut pengambilan kebijakan yang tepat oleh manajemen
agar bisa menaikkan indeks overall Z-Score-nya.
3. Judul : “ANALISIS POTENSI
KEBANGKRUTAN PADA PT XL AXIATA, TBK DENGAN METODE ALTMAN Z-SCORE”
Oleh :
Kristoforus Pradito (2011)
Kesimpulan : Berdasarkan
uraian yang telah dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa nilai
indeks Z-Score yang dikembangkan oleh Edward Altman pada PT XL Axiata, Tbk periode 2006-2010
adalah tahun 2006 indeks Z-Score sebesar 2,473, tahun 2007 mengalami penurunan
menjadi -0,116, tahun 2008 nilai indeks z-score mengalami kenaikan menjadi 0,062. Pada tahun 2009 mengalami
kenaikan menjadi 1,174. Pada tahun 2010
terjadi peningkatan yang sangat pesat nilai indeks Z-score menjadi 4,306.
Berdasarkan
nilai rasio variabel untuk menghitung indeks Z-Score selama periode 2006 sampai
dengan 2010 (kecuali tahun 2010). Pada tahun 2010, perusahaan berada dalam
kondisi keuangan yg sehat dan tidak mempunyai permasalahan dengan keuangan, dan
dapat diharapkan dapat berlangsung terus-menerus. Pada tahun 2006 dan 2009
menunjukkan nilai dibawah cut-off Altman 2,60. Hal ini berarti
perusaahan berpotensi untuk bangkrut dan patut untuk diwaspadai akan ancaman
kebangkrutan. Hal ini menuntut pengambilan kebijakan yang tepat oleh manajemen
agar bisa menaikkan indeks overall Z-Score-nya. Namun pada tahun 2007 dan
2008 perusahaan berada pada daerah
dibawah grey area, hal ini menunjukan
indikasi perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan yang serius, dan tahun 2006
dan 2009, perusahaan berada pada kondisi Grey Area, yaitu perusahaan dalam
kondisi rawan, dalam kondisi ini manajemen harus berhati-hati dalam mengelola
aset-aset perusahaan agar tidak terjadi kebangkrutan.
2.3. Alat Analisis
Seperti yang telah dibahas di atas, ada 3 versi
dalam model Z-Score. Untuk menerapkan metode Altman
Z-Score pada perusahaan non manufaktur yang akan diteliti oleh
penulis, maka digunakan model Z-score dengan persamaan:
|

Z : Overall
Indeks (indeks keseluruhan)
X1 : Working Capital to Total Assets (Modal
Kerja / Total Aktiva)
X2 : Retained Earning to Total Assets (Laba
yang Ditahan / Total Aktiva)
X3 : Earning Before Interest and Taxes to Total
Assets (Laba Sebelum Bunga dan Pajak / Total Aktiva)
X4 : Book Value of Equity to Book Value of
Liabilities (Nilai Buku Modal / Nilai Buku Hutang)
Titik Cut-Off yang dilaporkan
Altman
Untuk perusahaan Non Manufaktur
baik yang sudah go publik maupun yang belum go publik
Nilai cut-off
|
Keterangan
|
Z < 1,10
|
Menunjukkan
indikasi perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan yang serius, hal ini
perlu ditindaklanjuti oleh manajemen perusahaan agar tidak terjadi
kebangkrutan.
|
1,10 < Z < 2,60
|
Menunjukkan
bahwa perusahaan berada dalam kondisi rawan. Dalam kondisis ini manajemen
harus hati-hati dalam mengelola aset-aset perusahaan agar tidak terjadi
kebangkrutan (Grey Area).
|
Z > 2,60
|
Menunjukkan
perusahaan dalam kondisi keuangan yang sehat dan tidak mempunyai permasalahan
dengan keuangan (non-bankrupt company)
|
Sumber
:
Predicing Financial Distress of Companies :
Revisiting The Z-Score and Zeta â Models ; 2000
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
Objek
Penelitian
Pada penulisan
ilmiah ini yang menjadi objek penelitian adalah laporan keuangan yang terdiri
dari neraca dan laporan laba rugi pada PT PLN (Persero), yang terletak di Jl. Trunojoyo Blok M I/135, Jakarta
12160, Kebayoran Baru, Indonesia.
3.2.
Data
/ Variabel yang Digunakan
Data
yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder yang berupa laporan keuangan
PT. PLN (Persero), yang terdiri dari neraca dan laporan Laba rugi periode
2008-2012 yang penulis ambil dari media internet.
3.3.
Metode
Pengumpulan Data / Variabel
Untuk
memperoleh data-data tersebut, penulis menggunakan metode sebagai berikut:
1. Metode
Studi Lapangan
Dalam memperoleh
data dan informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penulisan ilmiah ini,
penulis menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan (neraca dan laporan
laba rugi), selain itu data sekunder, dimana data ini diperoleh melalui media
internet yang telah dipublikasikan oleh PT PLN (Persero).
2. Metode
Studi Pustaka
Memahami dan
mendalami materi serta teori yang berhubungan dengan pembahasan analisis
potensi kebangkrutan dan model Altman untuk mencari teori-teori serta
konsep-konsep yang dapat dijadikan landasan teori dalam mendukung penulisan
ilmiah ini.
3.4.
Alat
Analisis yang Digunakan
1. Analisis
deskriptif
Penulis menggunakan tabel dan grafik untuk memperjelas pembahasan pada
penelitian ilmiah ini.
2. Analisis
kuantitatif
Analisis kuantitatif yang digunakan pada penulisan ilmiah ini adalah analisis
Altman Z-Score pada perusahaan non manufaktur.
Dengan formula :
|
Keterangan :
Z : Overall
Indeks (Indeks Keseluruhan)
X1 : Working Capital to Total Assets (Modal
Kerja / Total Aktiva)
X2 : Retained
Earning to Total Assets (Laba yang Ditahan / Total Aktiva)
X3 : Earning Before Interest and Taxes to Total Assets
(Laba Sebelum Bunga dan Pajak / Total Aktiva)
X4 : Book
Value of Equity to Book Value of Liabilities (Nilai Modal Sendiri / Nilai
Buku Hutang)
Tabel
3.1
Titik Cut-Off yang dilaporkan
Altman
Untuk perusahaan Non Manufaktur
baik yang sudah go publik maupun yang belum go publik
Nilai cut-off
|
Keterangan
|
Z < 1,10
|
Menunjukkan
indikasi perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan yang serius, hal ini
perlu ditindaklanjuti oleh manajemen perusahaan agar tidak terjadi
kebangkrutan.
|
1,10 < Z < 2,60
|
Menunjukkan
bahwa perusahaan berada dalam kondisi rawan. Dalam kondisis ini manajemen
harus hati-hati dalam mengelola aset-aset perusahaan agar tidak terjadi
kebangkrutan (Grey Area).
|
Z > 2,60
|
Menunjukkan
perusahaan dalam kondisi keuangan yang sehat dan tidak mempunyai permasalahan
dengan keuangan (non-bankrupt company)
|
Selain itu penulis menggunakan
bantuan software berupa Microsoft Excel untuk menghasilkan perhitungan rasio
yang baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Altman,
Edward I. 2000. Predicting Financial,
Distress of Companies : Revisiting The Z-Score and Zeta ® Models, New York
University, Stern School of Business.
Baridwan,
Zaki. 2000. Intermediate Accounting,
Yogyakarta: Edisi 7, BPFE.
Endri.
2009. Prediksi Kebangkrutan Bank Untuk
Menghadapi dan Mengelola Perubahan Lingkungan Bisnis: Analisi Model Altman’s
Z-Score, Perbanas, Jakarta
Prihadi,
Toto. 2009. Investigasi Laporan Keuangan
dan Analisis Rasio Keuangan, Jakarta : PPM.
Riyanto,
Bambang. 2004. Dasar-Dasar Pembelanjaan
Perusahaan, Yogyakarta: Edisi 4, BPFE.
Sarjono,
Haryadi. 2006. Analisis Laporan Keuangan
Sebagai Alat Prrediksi Kemungkinan Kebangkrutan Dengan Model Diskriminan Altman
Pada Sepuluh Perusahaan Properti di Bursa Efek Jakarta, Karya Akhir,
Universitas Bunda Mulia, Jakarta.
Sawir, Agnes. 2001. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan.
Jakarta: Gramedia Pustaka
Sugiri,
Slamet dan Bogas Agus Riyono, 2007, Akuntansi
Pengantar 1, Yogyakarta : Edisi 6, STIM YPN.
http://
www.pln.co.id (8 Mei 2013)
Nice Post Jangan Lupa Kunjungi http://contohbimbinganskripsi.blogspot.com/
BalasHapuskak ijin untuk ambil datanya ya
BalasHapusAssalamu'alaikum ka, kebetulan saya sedang menganalisis perusahaan yg sama untuk penulisan ilmiah. Ada beberapa yg ingin saya tanyakan, boleh saya minta kontak kakak? Kebetulan saya cari referensi penulisan kakak di website gunadarma gak bisa kebuka. Terima kasih ka sebelumnya
BalasHapus