Sabtu, 18 Januari 2014

Proposal Skripsi

BAB I
PENDAHULUAN


1.1.  Latar belakang
Seiring perkembangan perekonomian Indonesia yang maju dan pesat, banyak perusahaan yang didirikan, baik itu perusahaan berskala kecil maupun perusahaan yang berskala besar, akan tetapi dengan semakin berkembangnya perusahaan tersebut tidak banyak perusahaan yang dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan tersebut dalam waktu yang lama, sehingga tidak banyak pula perusahaan yang mengalami gulung tikar.
Jika perusahaan ingin tetap terus berkembang dan tidak ingin mengalami gulung tikar maka perusahaan harus mempunyai tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka panjang maupun jangka pendek. Tujuan jangka panjang perusahaan adalah perluasan dari usaha yang dilakukan, sedangkan tujuan jangka pendek adalah untuk memperoleh laba semaksimal mungkin.
Dimana untuk memenuhi tujuan tersebut, perusahaan sangat dituntut adanya manajemen yang berkualitas yang dapat mengelola perusahaan dengan baik serta dapat melihat peluang dimasa yang akan datang dan dimasa sekarang. Dalam melakukan perencanaan dan penentuan langkah yang harus digunakan perusahaan, seorang manajer perlu melakukan pemeriksaan dan analisis terhadap laporan keuangan perusahaannya.
Dari hasil analisa laporan keuangan tersebut didapatkan informasi yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dimasa yang akan datang dan memberikan peramalan mengenai laba yang dapat diharapkan serta sebagai alat instruksi pada pembuatan perencanaan dan pengambilan keputusan.
Dengan perencanaan sebaik mungkin dapat menjadi keberhasilan manajemen agar menghasilkan pekerjaan yang lebih efektif dan efisien. Dengan penggunaan laporan keuangan dalam menganalisis kinerja keuangan perusahaan secara menyeluruh dapat juga menjadi media informasi yang dapat digunakan bagi pihak investor sebagai pihak yang menanamkan dananya untuk kepentingan investasi pada perusahaan. Agar para investor tersebut dapat melakukan analisis terhadap kinerja keuangan perusahaan untuk mengetahui laba yang akan diperoleh dari dana yang diinvestasikan. Dari hasil penilaian tersebut dapat dijadikan bahan acuan, apakah investor akan mempertahankan sahamnya atau mengalihkannya pada perusahaan lain.
Aktivitas perusahaan yang baik dalam pencapaian tujuan, perusahaan perlu menerapkan penganalisaan terhadap unsur-unsur keuangan. Adapun alat analisis yang digunakan dengan memakai perihitungan rasio-rasio keuangan maupun dengan menggunakan metode altman z-score untuk mengetahui tingkat kesehatan perusahaan tersebut, dan membandingkan kinerja keuanganya dari tahun ke tahun serta dapat pula membandingkan kinerja keuangannya dengan perusahaan lain. Dengan analisis tersebut perusahaan dapat mengevaluasi kinerja keuangannya, sehingga dapat mempermudah melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.
Menurut Hanafi dan Halim (2005:5), analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan pada dasarnya karena ingin mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) dan tingkat risiko atau kesehatan suatu perusahaan. Analisis rasio merupakan analisis yang sering digunakan dalam menilai kinerja keuangan selama ini, namun analisis ini hanya dapat memperlihatkan satu aspek saja tanpa dapat menghubungkannya dengan aspek yang lain. Mengatasi kelemahan ini maka dapat dipergunakan alat analisis yang menghubungkan beberapa rasio sekaligus untuk menilai kondisi keuangan yaitu rasio Z-score.
Analisis Z-score dikenal juga sebagai analisis kebangkrutan karena dari score yang dihasilkan dapat dilihat apakah suatu perusahaan mempunyai kondisi keuangan yang sehat, menunjukan tanda-tanda kebangkrutan atau perusahaan malah berada dalam kondisi terparah yaitu kebangkutan. Berdasarkan pengertiannya bahwa metode Z-score (altman) adalah suatu alat yang memperhitungkan dan menggabungkan beberapa rasio-rasio keuangan tertentu dalam perusahaan dalam suatu persamaan diskriminasi yang akan menghasilkan skor tertentu yang akan menunjukan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan.
Oleh karena itu, pada penelitian ini penulis akan menggunakan metode Alman Z-score untuk mengetahui bagaimana kondisi PT. PLN, apakah perusahaan tersebut dalam keadaan sehat atau dalam keadaan tidak sehat dalam artian terancam bangkrut. Maka dari itu penulis mengambil judul “Analisis Tingkat Kesehatan Keuangan PT. PLN (Persero) Dengan Menggunakan Metode Altman Z-Score (Akhir Periode 2008-2012)”

1.2.  Rumusan Masalah
Bagaimanakah tingkat kesehatan keuangan PT. PLN (Persero) berdasarkan metode Altman Z-score?
1.3.  Batasan Masalah
Mengingat begitu luasnya ruang lingkup penelitian ini, maka penulis membatasi permasalahan tersebut pada :
1.      Elemen laporan keuangan yang digunakan adalah neraca dan laporan laba-rugi PT. PLN (Persero) tahun 2008-2012
2.      Data penelitian yang digunakan adalah data pertahun.
3.      Data yang diteliti seluruhnya merupakan data sekunder yang diperoleh dari website PT. PLN (Persero)
1.4.  Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesehatan keuangan PT. PLN (Persero) berdasarkan metode Altman Z-Score


1.5.  Manfaat Penelitian
1.5.1.      Manfaat akademis
Penelitian ini erat hubungannya dengan matakuliah manajemen keuangan, sehingga dengan melakukan penelitian ini diharapkan penulis dan semua pihak yang berkepentingan dapat lebih memahaminya.

1.5.2.      Manfaat dalam implementasi atau praktik
Penelitian ini memfokuskan kepada PT. PLN (Persero) sebagai objek penelitian, sehingga diharapkan para pengambil kebijakan dalam PT.PLN (Persero) maupun pihak-pihak lain yang bersangkutan dapat menggunakan hasil penelitian sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan.

1.6.  Metodologi Penelitian
1.6.1.      Objek penelitian
Laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) PT PLN (Persero) akhir periode 2008-2012
1.6.2.      Metode pengumpulan data
Untuk memperoleh data-data tersebut, penulis menggunakan metode sebagai berikut:
1.        Metode Studi Pustaka
Memahami dan mendalami materi serta teori yang berhubungan dengan pembahasan analisis potensi kebangkrutan dan model Altman untuk mencari teori-teori serta konsep-konsep yang dapat dijadikan landasan teori dalam mendukung penulisan ilmiah ini.
2.        Metode Studi Lapangan
Berupa data sekunder yaitu laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) PT PLN (Persero) periode  2008 - 2012  yang diperoleh melalui Internet.
1.6.3.      Alat analisis yang digunakan
1.    Analisis deskriptif
Penulis menggunakan tabel dan grafik untuk memperjelas pembahasan pada penelitian ilmiah ini.
2.    Analisis kuantitatif
Analisis kuantitatif yang digunakan pada penulisan ilmiah ini adalah analisis Altman Z-Score pada perusahaan non manufaktur.
Z = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3+ 1,05 X4
 
Dengan formula :

Keterangan :
Z        :  Overall Indeks (Indeks Keseluruhan)
X1     :  Working Capital to Total Assets (Modal Kerja / Total Aktiva)
X2     :  Retained Earning to Total Assets (Laba yang Ditahan / Total Aktiva)
X3     :  Earning Before Interest and Taxes to Total Assets (Laba Sebelum Bunga dan Pajak / Total Aktiva)
X4     : Book Value of Equity to Book Value of Liabilities (Nilai Buku Modal / Nilai Buku Hutang)
Selain itu penulis menggunakan bantuan software berupa Microsoft Excel untuk menghasilkan perhitungan rasio yang baik.

1.7.  Sistematika Penulisan

BAB I      : Pendahuluan
Bab pertama menguraikan Latar Belakang masalah, Rumusan Masalah dan Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan yang merupakan gambaran umum dari semua bab.
                
BAB II     : Landasan Teori
Dalam bab kedua akan menjelaskan mengenai teori-teori yang mendasari penelitian yang dilakukan oleh penulis
                
Bab III     : Metode Penelitian
Dalam bab ketiga akan dijelaskan mengenai objek Penelitian, Sumber Data, Metode Pengumpulan Data dan Alat Analisis yang Digunakan
                
Bab IV     : Pembahasan
Pada bab keempat akan menguraikan data perusahaan yang diperoleh untuk menganalisis Tingkat Kesehatan PT. PLN (Persero) Dengan Menggunakan Metode Altman Z-Score (Akhir Periode 2008-2012)
                
Bab V       : Penutup
Pada bab kelima, penulis mencoba untuk memberikan beberapa kesimpulan berdasarkan apa yang telah diuraikan pada bab I sampai dengan bab IV serta beberapa saran dengan harapan dapat bermanfaat bagi kemajuan perusahaan




BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.  Kerangka Teori
2.1.1.      Pengertian Laporan Keuangan
Fungsi akuntansi dalam perusahaan adalah mencatat transaksi-transaksi yang terjadi serta yang berhubungan terhadap aktiva, hutang, modal, hasil, dan biaya dalam perusahaan tersebut. Transaksi-transaksi yang terjadi ini selanjutnya dilaporkan dalam bentuk laporan keuangan. Beberapa definisi mengenai laporan keuangan yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain:
Laporan keuangan adalah hasil akhir proses akuntansi, setiap transaksi yang dapat diukur dengan nilai mata uang, dicatat dan diolah sedemikian rupa dan disajikan dalam nilai uang (Agnes Sawir, 2001:2)
Laporan Finansiil (Financial Statement), memberikan ikhtisar mengenai keadaan finansiil suatu perusahaan, dimana Neraca (Balance Sheet) mencerminkan nilai aktiva, utang dan modal sendiri pada suatu saat tertentu, dan Laporan Rugi Laba (Income Statement) mencerminkan hasil-hasil yang dicapai selama suatu periode tertentu biasanya meliputi periode satu tahun (Bambang Riyanto,2001:327).
Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan atau ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan (Zaki Baridwan, 2004:17).
Menurut Lili M. Sadeli (2008:18) laporan keuangan adalah laporan tertulis yang memberikan informasi kuantitatif tentang posisi keuangan dan perubahan-perubahannya, serta hasil yang dicapai selama periode tertentu.
Munawir (2000:2) mengemukakan bahwa laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan tersebut.
Pengertian laporan keuangan menurut Ikatan Akuntansi Indonesia adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan-cacatan dan bagian integral dari laporan keuangan.
Dari beberapa kutipan diatas, dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat memberikan informasi kuantitatif tentang posisi keuangan, dan perubahan-perubahannya yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan, dan dapat digunakan sebagai alat berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak yang berkepentingan dengan atau aktivitas perusahaan tersebut.

2.1.2.      Elemen-elemen Laporan Keuangan
Laporan keuangan disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan sehingga dapat menghindari salah tafsir dari para pengguna laporan keuangan tersebut serta menyeragamkan dalam penyajian dalam laporan keuangan. Elemen-elemen laporan keuangan terdiri dari; laporan laba-rugi, neraca, laporan perubahan modal, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan perusahaan yang pokok dan digunakan untuk memahami kondisi keuangan, khususnya dalam menilai potensi kebangkrutan perusahaan terdiri dari Neraca dan Laporan Rugi Laba.

1.    Neraca
Neraca adalah laporan yang menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada tanggal tertentu. Keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan jumlah harta yang dimiliki (aktiva) dan jumlah kewajiban perusahaan (pasiva), dengan kata lain, aktiva adalah investasi didalam perusahaan dan pasiva merupakan sumber-sumber yang digunakan untuk investasi tersebut. Bentuk Neraca dapat dibagi dalam dua bentuk :
a.         Bentuk rekening T, dimana aktiva disusun dibagian kiri (debit) dan pasiva disusun dibagian kanan (kredit) serta dibagi menjadi dua kelompok yaitu utang dan modal.
b.        Bentuk laporan, dimana aktiva, utang dan modal disusun dengan urutan kebawah (vertical).

2.    Laporan Rugi Laba
Laporan rugi laba adalah suatu laporan yang menunjukkan pendapatan pendapatan dan biaya-biaya dari suatu unit usaha untuk suatu periode tertentu. Selisih antara pendapatan dan biaya merupakan laba yang diperoleh atau rugi yang diderita oleh perusahaan Dari uraian tersebut dapat dilihat pentingnya laporan laba rugi yaitu sebagai alat untuk mengetahui kemajuan yang dicapai perusahaan dan untuk mengetahui laba atau rugi yang didapat dalam suatu periode.

3.      Laporan Perubahan Modal
Laporan perubahan modal adalah salah satu bentulk laporan keungan yang memberikan informasi tentang penyebab bertambah atau berkurangnya modal selama dalam masa periode tertentu.
Didalam laporan perubahan modal terdapat beberapa komponen diataranya :
a.    Modal awal :        Keseluruhan dana yang di investasikan kedalam perusahan yang digunakan untuk menunjang pengoperasian perusahan pada saat awal perusahan tersebut baru berdiri atau posisi modal awal perusahan pada awal bulan pada tahun yang bersangkutan.
b.        Laba / rugi    :    Selisih dari bersih antara total pendapatan dengan total biaya.
c.         Prive             :    Penarikan sejumlah dana oleh pemilik perusahan yang digunakan untuk keperluan di luar kegiatan / operasional perusahaan atau yang digunakan untuk keperluan pribadi.
d.        Modal akhir  :    Keseluruhan dana yang merupakan hasil akhir dari penambahan modal awal ditambah dengan laba (jika mengalami keuntungan) atau pengurangan modal awal dikurangi rugi usaha (Jika mengalami kerugian) kemudian dikurangi dengan total prive dan hasil merupakan modal akhir.
Jadi unsur yang termasuk di dalam laporan perubahan modal terdiri dari Investasi awal atau modal awal, laba-rugi selama periode yang bersangkutan, prive penarikan modal oleh pemilik dan modal akhir.

4.      Laporan Arus Kas
Arus kas (cash flow) adalah suatu laporan keuangan yang berisikan pengaruh kas dari kegiatan operasi, kegiatan transaksi investasi dan kegiatan transaksi pembiayaan/pendanaan serta kenaikan atau penurunan bersih dalam kas suatu perusahaan selama satu periode.

Menurut PSAK No.2 (2002 :5) Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas atau setara kas. Laporan arus kas merupakan revisi dari mana uang kas diperoleh perusahaan dan bagaimana mereka membelanjakannya. Laporan arus kas merupakan ringkasan dari penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan selama periode tertentu (biasanya satu tahun buku).
Laporan arus kas (cash flow) mengandung dua macam aliran/arus kas yaitu :
a.       Cash inflow
Cash inflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang melahirkan keuntungan kas (penerimaan kas). Arus kas masuk (cash inflow) terdiri dari:
·         Hasil penjualan produk/jasa perusahaan.
·         Penagihan piutang dari penjualan kredit.
·         Penjualan aktiva tetap yang ada.
·         Penerimaan investasi dari pemilik atau saham bila perseroan terbatas.
·         Pinjaman/hutang dari pihak lain.
·         Penerimaan sewa dan pendapatan lain.

b.      Cash out flow
Cash out flow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang mengakibatkan beban pengeluaran kas. Arus kas keluar (cash out flow) terdiri dari :
·      Pengeluaran biaya bahan baku, tenaga kerja langsung dan biaya pabrik lain-lain.
·      Pengeluaran biaya administrasi umum dan administrasi penjualan.
·      Pembelian aktiva tetap.
·      Pembayaran hutang-hutang perusahaan.
·      Pembayaran kembali investasi dari pemilik perusahaan.
·      Pembayaran sewa, pajak, deviden, bunga dan pengeluaran lain-lain.

Laporan arus kas ini memberikan informasi yang relevan tentang penerimaan dan pengeluaran kas dari perusahaan dari suatu periode tertentu, dengan mengklasifikasikan transaksi berdasarkan pada kegiatan operasi, investasi dan pendanaan.

Menurut PSAK No.2 (2002:9) Laporan arus kas harus melaporkan arus kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan menurut aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan.

5.      Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) adalah salah satu unsur laporan keuangan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Laporan Arus Kas (LAK) dalam rangka pengungkapan yang memadai.
CaLK meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam LRA, Laporan Perubahan SAL, Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), Neraca, dan LAK. CaLK juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.
CaLK mengungkapkan/menyajikan/menyediakan hal-hal sebagai berikut:
a.    Mengungkapkan informasi umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi;
b.   Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro;
c.    Menyajikan ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;
d.   Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
e.    Menyajikan rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar muka laporan keuangan;
f.    Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan;
g.   Menyediakan informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan;



2.1.3        Tujuan Laporan Keuangan
Laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan (Agnes Sawir, 2001) mempunyai tujuan:
1.        Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
2.        Laporan keuangan disusun untuk memenuhi kebutuhan bersama oleh sebagian besar pemakainya, yang secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu.
3.        Laporan keuangan juga menunjukan apa yang dilakukan manajemen atas pertanggungjawaban manajemen pada sumber daya yang dipercayakan kepadanya.

Selain tujuan diatas, Darsono (2004:7) menyatakan bahwa laporan keuangan juga dapat menurunkan information asymmetry yaitu kondisi dimana informasi yang dimiliki oleh satu pihak lebih banyak dibandingkan dengan pihak lainnya. Sebagai contoh, informasi yang dimiliki oleh Direksi lebih banyak dibandingkan dengan informasi yang dimiliki oleh pemilik (investor / kreditor), sehingga dengan adanya laporan keuangan, informasi akan tersebar secara merata antara pengelola dengan pemilik perusahaan.

2.1.4        Analisis Laporan Keuangan
Analisis laporan keuangan adalah salah satu alat yang dapat dipergunakan untuk membuat atau mengambil suatu keputusan, antara lain mengenai rencana-rencana perusahaan, penanaman modal, pencarian sumber-sumber dana perusahaan, bagi penanaman modal analisis atas ikhtisar keuangan juga merupakan suatu penilaian keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan.
Salah satu aspek penting dalam analisis terhadap laporan keuangan dari sebuah perusahaan adalah kegunaannya untuk memprediksi kelangsungan hidup perusahaan. Prediksi tentang kelangsungan hidup perusahaan sangatlah penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya potensi kebangkrutan. Kebangkrutan perusahaan banyak membawa dampak yang begitu berarti untuk perusahaan, bukan untuk perusahaan itu sendiri tapi juga terhadap karyawan, investor, dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam kegiatan perusahaan.
Iman Santoso (2009:482) mengemukakan bahwa untuk memprediksi kelangsungan hidup perusahaan tersebut maka membutuhkan beberapa metode dan teknik-teknik yang perlu dipergunakan. Metode analisis keuangan terdiri dari :
1.      Analisis horizontal (analisis dinamis)
Analisis ini digunakan dengan cara membandingkan laporan keuangan untuk beberapa periode, sehingga akan diketahui perkembangannya. Analisis ini disebut juga sebagai analisis trend.
2.      Analisis vertikal (analisis statis)
Analisis ini digunakan dengan cara membandingkan antara pos yang satu dengan pos yang lainnya dalam laporan keuangan tersebut pada suatu periode tertentu. Dari hasil analisis ini, hanya akan diketahui kesimpulan mengenai keadaan keuangaan dan hasil operasi pada saat itu saja tanpa mengetahui perkembangannya.

Selain metode analisis, teknik-teknik analisis juga diperlukan. Teknik-teknik analisis laporan keuangan menurut Iman Santoso (2009:482), yaitu :
1.      Analisis perbandingan (comparative financial statement analysis)
Analisa Perbandingan Laporan Keuangan yaitu metode dan teknik analisa dengan cara memperbandingkan laporan keuangan untuk dua periode atau lebih, dengan menunjukan :
a. Data absolut atau jumlah dalam rupiah
b. Kenaikan atau penurunan dalam jumlah rupiah
c. Kenaikan atau penurunan dalam prosentase
d. Perbandingan yang dinyatakan dengan ratio
e. Prosentase dari total

2.      Analisis trend (trend analysis)
Trend atau tendensi posisi dan kemajuan keuangan perusahaan yang dinyatakan dalam prosentase adalah suatu metode atau teknik analisa untuk mengetahui tendensi daripada keadaan keuangannya, apakah menunjukkan tendensi tetap, naik atau turun.

3.      Laporan dengan prosentase per komponen (common size financial statement)
Laporan dengan prosentase per komponen yaitu metode analisa untuk mengetahui prosentase investasi pada masing–masing aktiva terhadap total aktivanya.

4.      Analisis rasio (ratio analysis)
Analisa rasio adalah suatu metode analisa untuk mengetahui hubungan dari pos–pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.

2.1.5        Kebangkrutan

Kebangkrutan adalah suatu kondisi disaat perusahaan mengalami ketidakcukupan dana untuk menjalankan usahanya. Kebangkrutan juga sering disebut kepailitan atau pailit, likuidasi perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas. Menurut Undang Undang Kepailitan No. 4 Tahun 1998, debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan yang berwenang, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya (Yani dan Widjaja, 2004: 153).
Kebangkrutan akan cepat terjadi di negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah sakit, kemudian semakin sakit dan bangkrut. Banyak sekali kejadian seperti itu, perusahaan yang tadinya sehat akibat adanaya kesulitan ekonomi secara langsung atau tidak menjadi ambruk atau bangkrut. Kebangkrutan sebagai kegagalan didefinisikan dalam beberapa arti.

1.      Kegagalan ekonomi (economic failure)
Kegagalan dalam arti ekonomi biasanya berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak menutup biayanya sendiri,ini berarti tingkat labanya kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jatuh dibawah arus kas yang diharapkan.Bahkan kegagalan dapat juag berarti bahwa tingkat pendapatan atas biaya historis dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan.

2.      Kegagalan keuangan (financial failure)
Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk :

a.       Insolvensi teknis (tehnical insolvency)
Perusahaan dapat dianggap gagal jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pad saat jatuh tempo. Walaupun total aktiva melebihi utang atau terjadi bila suatu perusahaan gagal memenuhi salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio aktiva lancar terhadap utang lancar yang telah ditetapkan atau rasio kekayaan bersih terhadap total aktiva yang disyaratkan. Insolvensi teknis juga terjadi bila arus kas tidak cukup untuk memenuhi pembayaran bunga atau pembayaran kembali pokok pada tanggal tertentu.

b.      Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan
Dalam pengertian ini kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.

Berdasarkan berbagai definisi di atas dapat disimpulkan kebangkrutan adalah “kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaannya, perusahaan mengalami ketidakcukupan dana untuk menjalankan usahanya, baik dalam menutup biaya-biaya perusahaan maupun ketidakmampuannya dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo, dinyatakan dalam putusan pengadilan”.

2.1.6        Faktor-faktor Penyebab Kebangkrutan
Menurut Darsono dan Ashari (2005), secara garis besar penyebab kebangkrutan bisa dibagi menjadi dua, yaitu :
1.      Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bagian internal manajemen perusahaan. Faktor internal yang bisa menyebabkan kebangkrutan perusahaan meliputi :
a.       Manajemen yang tidak efisien akan menyebabkan kerugian terus menerus yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak dapat membayar kewajibannya. Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh pemborosan dalam biaya, kurangnya keterampilan, dan keahlian manajemen.
b.      Ketidakseimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah piutang-hutang yang dimiliki. Hutang yang terlalu besar akan mengakibatkan biaya bunga yang besar sehingga memperkecil laba bahkan bisa menyebabkan kerugian. Piutang yang terlalu besar juga akan merugikan karena aktiva yang menganggur terlalu banyak sehingga tidak menghasilkan pendapatan.
c.       Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan bisa mengakibatkan kebangkrutan. Kecurangan ini bisa berbentuk manajemen yang korup ataupun memberikan informasi yang salah pada pemegang saham atau investor.

2.      Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari faktor luar yang berhubungan langsung dengan operasi perusahaan atau faktor perekonomian secara makro. Faktor eksternal meliputi :
a.       Perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari sehingga terjadi  penurunan dalam pendapatan.
b.      Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan baku yang diproduksi.
c.       Faktor debitur juga harus diantisipasi untuk menjaga agar debitur tidak melakukan kecurangan dengan mengemplang hutang.
d.      Hubungan yang tidak harmonis dengan kreditur juga bisa berakibat fatal terhadap hidup perusahaan.
e.       Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain dalam memenuhi kebutuhan pelanggan.
f.       Kondisi perekonomian secara global juga harus selalu diantisipasi oleh perusahaan.

2.1.7        Pihak-pihak yang Memanfaatkan Informasi Kebangkrutan
Informasi mengenai prediksi kebangkrutan penting artinya bagi pihak-pihak lain yang terkait diantaranya :
1.      Bagi Investor
Informasi adanya prediksi potensi kebangkrutan memberikan masukan bagi para investor dalam menanamkan modal mereka, apakah mereka akan terus menanamkan modal mereka atau menghentikan / membatalkan penanaman modal mereka keperusahaan, sebab bagaimanapun pasti tidak menginginkan kerugian akibat mereka salah dalam menanamkan modalnya.
2.      Bagi Pemerintah
Prediksi kebangkrutan digunakan pemerintah untuk menetapkan kebijakan dibidang perpajakan dan kebijakan-kebijakn lain yang menyangkut hubungan pemerintah dengan perusahaan.
3.      Bagi Bank dan Lembaga Perkreditan
Informasi akan kemungkinan kebangkrutan yang dihadapi perusahaan nasabahnya dan calon nasabahnya sangat diperlukan untuk menetukan status apakah pinjaman harus diberikan, negosiasi pembayaran kembali pinjaman perlu dibuat ulang dan kebijakan lain sehubungan dengan pinjaman.

Sedangkan pihak lain yang memanfaatkan informasi kebangkrutan menurut Hanafi dan Halim (2000:261) ialah
1.      Akuntan
Akuntan mempunyai kepentingan mengenai informasi keuangan suatu usaha,karena akuntan akan menilai kemampuan going concern sutu perusahaan.
2.      Manajemen
Apabila manajemen bisa mendeteksi kebangkrutan ini lebih awal, maka tindakan penghematan bisa dilakukan, misal dengan melakukan merger atau restrukturisasi keuangan.

2.1.8        Metode Altman Z-Score
Prediksi kebangkrutan dengan formula Z-Score ditemukan pada tahun 1968 oleh Edward I. Altman, seorang ahli ekonomi keuangan dan professor di Leonard N. Stern School of Business at New York University. Z-Score digunakan untuk mengukur kesehatan financial dari sebuah perusahaan dan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan tingkat ketepatan dan keakuratan yang relatif dapat dipercaya.
Dalam studinya, pada awalnya Altman memiliki sampel 66 perusahaan manufaktur yang terdiri dari 33 perusahaan yang bangkrut dan 33 perusahaan yang tidak bangkrut. Selanjutnya dipilih pula 22 variabel (rasio) yang potensial untuk dievaluasi. Dari 22 variabel tersebut kemudian dipilih 5 variabel (rasio) yang merupakan kombinasi terbaik untuk memprediksi kebangkrutan. Analisis ini dikenal dengan nama analisis Altman Z-Score. Lima rasio Z-Score  tersebut adalah Working Capital to Total Assets Ratio, Retained Earning to Total Assets Ratio, Earning Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio, Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities Ratio, Sales to Total Assets.

2.1.9        Kegunaan Analisis Z-Score
Analisis Z-score dikenal juga sebagai analisis kebangkrutan, karena dari skor yang dihasilkan dapat dilihat apakah suatu perusahaan mempunyai kondisi keuangan yang sehat, menunjukkan tanda-tanda kebangkrutan atau perusahaan malah berada pada kondisi terparah yaitu kebangkrutan. Hasil dari analisis ini dapat digunakan oleh manajemen perusahaan untuk menjaga atau memperbaiki kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Selain itu, pihak kreditur dan pemegang saham dengan menggunakan hasil analisis ini juga dapat melakukan persiapan-persiapan untuk mengatasi berbagai kemungkinan buruk terjadi. Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan diketahui semakin baik bagi seluruh pihak yang terkait di dalam perusahaan.

2.1.10    Perhitungan Analisis Z-Score
Perhitungan analisis Z-Score terdiri dari tiga versi, diantaranya versi pada perusahaan manufaktur yang telah go publik, perusahaan manufaktur pribadi yang belum go publik, dan perusahaan non manufaktur. Selanjutnya akan dijelaskan secara terperinci untuk masing-masing versi.

1.                 Versi Z-Score untuk perusahaan manufaktur yang telah go publik (Public Manufacturing)
Versi ini merupakan versi yang pertama kali dikembangkan oleh  Altman. Fungsi Diskriminan Z (Zeta) yang diturunkan Altman adalah:
Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0 X5

Keterangan :
Z         : Overall Indeks (indeks keseluruhan)
X1       : Working Capital to Total Assets (Modal Kerja / Total Aktiva)
X2       : Retained Earning to Total Assets (Laba yang Ditahan / Total Aktiva)
X3       : Earning Before Interest and Taxes to Total Assets (Laba Sebelum Bunga dan Pajak / Total Aktiva)
X4       : Market Value of Equity to Book Value of Liabilities (Nilai Pasar Modal Sendiri / Nilai Buku Hutang)
X5       : Sales to Total Assets (Penjualan / Total Aktiva )
Prediksi yang dihasilkan atas nilai Z-Score (Overall Indeks) adalah :

Tabel 2.1
Titik Cut-Off yang dilaporkan Altman
Untuk perusahaan Manufaktur yang telah go public
Nilai cut-of
Keterangan
Z < 1,81





1,81 <Z< 2,99





Z > 2,99
Menunjukkan indikasi perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan yang serius, hal ini perlu ditindaklanjuti oleh manajemen perusahaan agar tidak terjadi kebangkrutan.
Menunjukkan bahwa perusahaan berada dalam kondisi rawan. Dalam kondisi ini manajemen harus hati-hati dalam mengelola asset-aset perusahaan agar tidak terjadi kebangkrutan (Grey Area).
Menunjukkan perusahaan dalam kondisi keuangan yang sehat dan tidak mempunyai permasalahan dengan keuangan (non-bankrupt company).
Sumber : Predicing Financial Distress of Companies : Revisiting The Z-Score and  Zeta â Models ; 2000

2.      Versi Z-Score untuk perusahaan manufaktur yang belum go publik    (Privately Manufacturing)
Karena keterbatasan dari penggunaan Z-score yang hanya dapat digunakan untuk perusahaan publik dan manufaktur, kemudian Altman mengembangkan dua varian dari Z-Score, yaitu Z’-Score dan Z’’-Score. Z’-Score ditujukan untuk perusahaan non publik (private) dengan cara merumuskan kembali rasio yang digunakan, yaitu menghilangkan market value of equity dan menggantinya dengan book value of equity.
Formula untuk perusahaan yang tidak go public diubah menjadi sebagai berikut :

Z = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 +0,998X5

 
      
    
Keterangan :
Z         : Overall Indeks (indeks keseluruhan)
X1       : Working Capital to Total Assets (Modal Kerja / Total Aktiva)
X2       : Retained Earning to Total Assets (Laba yang Ditahan / Total Aktiva)
X3       : Earning Before Interest and Taxes to Total Assets (Laba Sebelum Bunga dan Pajak / Total Aktiva)
X4       :  Book Value of Equity to Book Value of Liabilities (Nilai Buku Modal / Nilai Buku Hutang)
X5       : Sales to Total Assets (Penjualan / Total Aktiva )

Tabel 2.2
Titik Cut-Off yang dilaporkan Altman
Untuk perusahaan Manufaktur yang belum go public

   Nilai cut-off
Keterangan


Z < 1,20


Menunjukkan indikasi perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan yang serius, hal ini perlu ditindaklanjuti oleh manajemen perusahaan agar tidak terjadi kebangkrutan.


1,20 < Z < 2,90


Menunjukkan bahwa perusahaan berada dalam kondisi rawan. Dalam kondisis ini manajemen harus hati-hati dalam mengelola asset-aset perusahaan agar tidak terjadi kebangkrutan (Grey Area).    

Z > 2,90
Menunjukkan perusahaan dalam kondisi keuangan yang sehat dan tidak  mempunyai permasalahan dengan keuangan (non-bankrupt company).
Sumber : Predicing Financial Distress of Companies : Revisiting The       Z-Score and  Zeta â Models ; 2000

3.      Versi Z-Score untuk Non Manufaktur baik yang sudah go publik maupun yang belum go publik (Public or Private Non manufacturing)

Versi terakhir adalah Z’’-Score. Pada model terakhir ini rasio sales to total asset dengan harapan industry effect, dalam pengertian ukuran perusahaan terkait dengan aset atau penjualan dapat dihilangkan.
Persamaan yang diperoleh untuk perusahaan non manufaktur (jasa) baik yang sudah go publik maupun yang belum go publik (pribadi) adalah :      
 
    Z = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3+ 1,05 X4
Keterangan :
Z       :  Overall Indeks (indeks keseluruhan)
X1    :  Working Capital to Total Assets (Modal Kerja / Total Aktiva)
X2    :  Retained Earning to Total Assets (Laba yang Ditahan / Total Aktiva)
X3    :  Earning Before Interest and Taxes to Total Assets (Laba Sebelum Bunga dan Pajak / Total Aktiva)
X4    :  Market Value of Equity to Book Value of Liabilities (Nilai Pasar Modal Sendiri / Nilai Buku Hutang) (sudah go public)
            Book Value of Equity to Book Value of Liabilities (Nilai Buku Modal / Nilai Buku Hutang) (belum go public)

Tabel 2.3
Titik Cut-Off yang dilaporkan Altman
Untuk perusahaan Non Manufaktur baik yang sudah go public maupun yang belum go public

Nilai cut-off
Keterangan


Z < 1,10

Menunjukkan indikasi perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan yang serius, hal ini perlu ditindaklanjuti oleh manajemen perusahaan agar tidak terjadi kebangkrutan.


1,10 < Z < 2,60

Menunjukkan bahwa perusahaan berada dalam kondisi rawan. Dalam kondisi ini manajemen harus hati-hati dalam mengelola aset-aset perusahaan agar tidak terjadi kebangkrutan (Grey Area).


Z > 2,60

Menunjukkan perusahaan dalam kondisi keuangan yang sehat dan tidak mempunyai permasalahan dengan keuangan (non-bankrupt company)
Sumber : Predicing Financial Distress of Companies Revisiting The       Z-Score and  Zeta â Models ; 2000

2.1.11.  Rasio-rasio Lima Variabel
Ukuran yang sering digunakan dalam analisa finansial adalah “rasio”. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah dengan jumlah yang lain (Munawir, 2000:64).
Menurut Altman (Predicing Financial Distress of Companies : Revisiting The Z-Score and Zeta â Models : 2000) ada lima rasio yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan sehat atau akan memiliki masalah kebangkrutan. Rasio-rasio tersebut dikenal dengan nama rasio lima variabel.
           
1.         Working Capital to Total Assets Ratio (Modal Kerja terhadap Total Aktiva)
                Modal Kerja
X1 =
            Total Aktiva
 
 

  


Rasio X1 mengukur likuiditas dengan membandingkan aktiva likuid bersih dengan total aktiva. Aktiva likuid bersih atau modal kerja didefenisikan sebagai total aktiva lancar  dikurangi total kewajiban lancar. Umumnya, bila perusahaan mengalami kesulitan keuangan, modal kerja akan turun lebih cepat daripada total aktiva menyebabkan rasio ini turun.

2.         Retained Earning In Total Assets Ratio (Rasio Laba Ditahan terhadap Total Aktiva)
 




Rasio X2 mengukur kemampulabaan kumulatif dari perusahaan. Pada beberapa tingkat, rasio ini juga mencerminkan umur perusahaan, karena semakin muda perusahaan, semakin sedikit waktu yang dimilikinya untuk membangun laba kumulatif. Bila perusahaan mulai merugi, tentu saja nilai dari total laba ditahan mulai turun. Bagi banyak perusahaan, nilai laba ditahan dan rasio X2 akan menjadi negatif.

3.         Earning Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio (Rasio EBIT terhadap Total Aktiva)
 




Rasio X3 mengukur kemampulabaan, yaitu tingkat pengembalian dari aktiva, yang dihitung dengan membagi laba selum bunga dan pajak (EBIT) tahunan perusahaan dengan total aktiva pada neraca akhir tahun. Rasio ini juga dapat digunakan sebagai ukuran seberapa besar produktifitas penggunaan dana yang dipinjam. Bila rasio ini lebih besar dari rata-rata tingkat bunga yang dibayar, maka berarti perusahaan menghasilkan uang yang lebih banyak daripada bunga pinjaman.

4.         Market Value of Equity to Book Value Of Liabilities Ratio (Rasio Nilai Pasar Modal Sendiri terhadap Nilai Buku Hutang)

 




Rasio X4 merupakan kebalikan rasio utang per modal sendiri (DER)  yang lebih terkenal. Nilai modal sendiri yang dimaksud adalah nilai pasar modal sendiri, yaitu jumlah saham perusahaan dikalikan harga pasar per lembar sahamnya. Umumnya perusahaan-perusahaan yang gagal mengakumulasi lebih banyak utang dibandingkan modal sendiri.

5.         Sales to Total Assets Ratio (Penjualan trehadap Total Aktiva)
 




Rasio X5, menunjukkan tingkat perputaran total aktiva dalam satu tahun. Rasio ini juga digunakan untuk menunjukkan efektifitas penggunaan seluruh harta perusahaan dalam rangka menghasilkan penjualan bersih yang dapat dihasilkan oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam bentuk harta perusahaan. Kalau perputarannya lambat, ini menunjukkan bahwa aktiva yang dimiliki terlalu besar dibandingkan dengan kemampuan untuk menjual.
2.1.12.  Rating Ekuivalen Perusahaan
Altman, Hartzell, and Peck (Predicing Financial Distress of Companies : Revisiting The Z-Score and Zeta â Models : 2000) telah memodifikasi model Altman Z-Score untuk menciptakan model emerging market scoring (EMS), suatu penilaian pasar dengan menggunakan rating untuk menentukan perusahaan yang berada dalam kondisi sehat atau memiliki masalah keuangan.
Tabel 2.4
Rating Ekuivalen Perusahaan terhadap Nilai Rata-Rata EMS

US Equivalent Rating
Average Em score
AAA
8,15
AA+
7,60
AA
7,30
AA-
7,00
A+
6,85
A
6,65
A-
6,40
BBB+
6,25
BBB
5,85
BBB-
5,65
BB+
5,25
BB
4,95
BB-
4,75
B+
4,50
B
4,15
B-
3,75
CCC+
3,20
CCC
2,50
CCC-
1,75
D
0

Sumber : Predicing Financial Distress of Companies : Revisiting The Z-Score and  Zeta â Models ; 2000

2.1.13.  Kelebihan dan Kekurangan Analisis Altman Z-Score
Kelebihan dari analisis Z-Score adalah dapat mengkombinasikan beberapa rasio menjadi suatu model prediksi yang berarti, yaitu rasio yang diuji tidak terpisah dan menjadi satu kesatuan sehingga dapat melihat skor perusahaan tersebut secara keseluruhan, atau dapat disebut sebagai analisis multivariate. Analisis Z-Score tidak memperhatikan bagaimana ukuran perusahan. Meskipun seandainya perusahaan tersebut sangat makmur, bila Z-Score mulai turun dengan tajam, lonceng peringatan harus  berdering. Selain itu kelebihan dari model ini dapat dipergunakan untuk seluruh perusahaan, baik perusahaan go publik, pribadi, atau perusahaan jasa dalam berbagai ukuran.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 
Kelemahan Z-Score model Altman ini adalah terletak pada penggunaan rasio EBIT. Pengungkapan dan pelaporan keuangan antara perusahaan satu dengan yang lain biasanya berbeda. Pada perusahaan tertentu adakalanya besar biaya bunga tidak dinyatakan secara eksplisit sehingga EBIT sulit diterapkan, oleh karenanya harus menggunakan EBT (Earning Before Tax), dan ini bisa menyebabkan beragamnya data EBIT. Kelemahan yang lain dari Z-Score ini adalah tidak ada rentang waktu yang pasti kapan kebangkrutan akan terjadi setelah hasil Z-Score diketahui lebih rendah dari standar yang ditetapkan.
Walaupun terdapat beberapa kelemahan dalam model ini kita dapat menggunakannya untuk memberikan peringatan yang berharga sehingga kesulitan keuangan dapat diatasi oleh manajemen perusahaan dengan segera.

2.2.  Kajian Penelitian Sejenis
Dalam penelitian ini penulis memperhatikan penelitian sejenis yang terdahulu yaitu :
1.    Judul                 : “ANALISIS POTENSI KEBANGKRUTAN PADA PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK DENGAN METODE ALTMAN Z-SCORE”
Oleh                  :    Anna Maria (2011)
Kesimpulan       :    Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan :
1.    Perubahan rasio variabel PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, periode 2006-2010 menunjukkan hasil sebagai berikut :
a.    Working Capital to Total Assets Ratio (Rasio modal kerja terhadap total aktiva), menunjukkan angka sebesar -0,088 pada tahun 2006, -0,057 pada tahun 2007, -0,136 pada tahun 2008, -0,106 pada tahun 2009, -0,051 pada tahun 2010. Rasio yang terbesar adalah pada tahun 2010 dan rasio terkecil adalah pada tahun 2008.
b.    Retained Earning to Total Assets Ratio (Rasio laba ditahan terhadap total aktiva), menunjukkan angka sebesar 0,294 pada tahun 2006, 0,352 pada tahun 2007, 0,345 pada tahun 2008, 0,367 pada tahun 2009, 0,402 pada tahun 2010. Rasio terbesar adalah pada tahun 2010 dan rasio terkecil adalah pada tahun 2006.
c.    Earning Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio (Rasio EBIT terhadap total aktiva), menunjukkan angka sebesar 0,310 pada tahun 2006, 0,329 pada tahun 2007, 0,240 pada tahun 2008, 0,202 pada tahun 2009, 0,179 pada tahun 2010. Rasio yang terbesar adalah pada tahun 2007 dan rasio terkecil adalah pada tahun 2010.
d.   Market Value of Equity to Book Value of Liabilities Ratio (Rasio nilai pasar modal sendiri terhadap nilai buku hutang), menunjukkan angka sebesar 5,237 pada tahun 2006, 5,246 pada tahun 2007, 2,943 pada tahun 2008, 3,966 pada tahun 2009, 3,452 pada tahun 2010. Rasio yang terbesar adalah pada tahun 2007 dan rasio terkecil adalah pada tahun 2008.
2.    Nilai indeks Z-Score yang dikembangkan oleh Edward Altman dalam memprediksi potensi kebangkrutan pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, periode 2006-2010 menunjukkan hasil kinerja keuangan yang sehat. Tahun 2006 indeks Z-Score sebesar 7,963, tahun 2007 sebesar 8,495, pada tahun 2008 sebesar 4,939, lalu pada tahun 2009 sebesar 6,023, dan pada tahun 2010 sebesar 5,805. Berdasarkan nilai rasio variabel untuk menghitung indeks Z-Score selama periode 2006 sampai dengan 2010 menunjukkan nilai diatas cut-off Altman yaitu 2,60. Hal ini berarti kinerja keuangan perusaahan berada pada keadaan yang sehat dan tidak mempunyai permasalahan dengan keuangan. Nilai indeks Z-Score terbesar adalah pada tahun 2007 dan terkecil adalah pada tahun 2008.

2.    Judul                 :    “ANALISIS LAPORAN KEUANGAN UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DENGAN METODE ALTMAN Z-SCORE”
Oleh                  :    Basuki Padma (2011)
Kesimpulan       :    Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa nilai indeks Z-Score yang dikembangkan oleh Edward Altman dalam memprediksi potensi kebangkrutan pada PT Matahari Department Store, Tbk. periode 2006-2010 menunjukkan hasil kinerja keuangan yang kurang sehat.
Tahun 2006 indeks Z-Score sebesar 34,117 tahun 2007 mengalami penurunan menjadi 12,736, tahun 2008 nilai indeks z-score mengalami penurunan tajam menjadi -2,146 , penurunan tersebut mengakibatkan perusahaan berada pada daerah rawan kebangkrutan. Kembali pada tahun 2009 terjadi kenaikan nilai indeks Z-score yang  menjadi -0,915. Namun kenaikan tersebut tidak membuat perusahaan keluar dari daerah ancaman kebangkrutan. Sedangkan pada tahun 2010 terjadi peningkatan yang cukup tinggi, yaitu nilai indeks Z-score menjadi 3,667 dan mengakibatkan perusahaan berada pada titik aman, yaitu pada grey area. Berdasarkan nilai rasio variabel untuk menghitung indeks Z-Score selama periode 2006 sampai dengan 2010 dapat diketahui pada saat tahun 2006 dan 2007 perusahaan berada jauh di atas titik cut off namun pada tahun 2008 dan 2009, keadaan kinerja keuangan perusahaan berada pada daerah dibawah grey area, hal ini berarti kinerja keuangan perusahaan sedang dalam kondisi yang tidak sehat dan menunjukan indikasi perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan yang serius. Pada tahun 2010 menunjukkan nilai dibawah  cut-off Altman 2,60. Hal ini berarti kinerja keuangan perusahaan sedang berada pada keadaan kurang sehat dan patut untuk diwaspadai akan ancaman kebangkrutan. Hal ini menuntut pengambilan kebijakan yang tepat oleh manajemen agar bisa menaikkan indeks overall Z-Score-nya.
3.    Judul                 : “ANALISIS POTENSI KEBANGKRUTAN PADA PT XL AXIATA, TBK DENGAN METODE ALTMAN Z-SCORE”
Oleh                  :    Kristoforus Pradito (2011)
Kesimpulan       :    Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa nilai indeks Z-Score yang dikembangkan oleh Edward Altman  pada PT XL Axiata, Tbk periode 2006-2010 adalah tahun 2006 indeks Z-Score sebesar 2,473, tahun 2007 mengalami penurunan menjadi -0,116, tahun 2008 nilai indeks z-score mengalami kenaikan  menjadi 0,062. Pada tahun 2009 mengalami kenaikan  menjadi 1,174. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan yang sangat pesat nilai indeks Z-score menjadi 4,306.
                               Berdasarkan nilai rasio variabel untuk menghitung indeks Z-Score selama periode 2006 sampai dengan 2010 (kecuali tahun 2010). Pada tahun 2010, perusahaan berada dalam kondisi keuangan yg sehat dan tidak mempunyai permasalahan dengan keuangan, dan dapat diharapkan dapat berlangsung terus-menerus. Pada tahun 2006 dan 2009 menunjukkan  nilai dibawah  cut-off Altman 2,60. Hal ini berarti perusaahan berpotensi untuk bangkrut dan patut untuk diwaspadai akan ancaman kebangkrutan. Hal ini menuntut pengambilan kebijakan yang tepat oleh manajemen agar bisa menaikkan indeks overall Z-Score-nya. Namun pada tahun 2007 dan 2008  perusahaan berada pada daerah dibawah grey area, hal ini menunjukan indikasi perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan yang serius, dan tahun 2006 dan 2009, perusahaan berada pada kondisi Grey Area, yaitu perusahaan dalam kondisi rawan, dalam kondisi ini manajemen harus berhati-hati dalam mengelola aset-aset perusahaan agar tidak terjadi kebangkrutan.
2.3.  Alat Analisis
Seperti yang telah dibahas di atas, ada 3 versi dalam model Z-Score. Untuk menerapkan metode Altman Z-Score pada perusahaan non manufaktur yang akan diteliti oleh penulis, maka digunakan model Z-score dengan persamaan:
Z = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3+ 1,05 X4
 
 


Keterangan :
Z    :  Overall Indeks (indeks keseluruhan)
X1  :  Working Capital to Total Assets (Modal Kerja / Total Aktiva)
X2  :  Retained Earning to Total Assets (Laba yang Ditahan / Total Aktiva)
X3  : Earning Before Interest and Taxes to Total Assets (Laba Sebelum Bunga dan Pajak / Total Aktiva)
X4  : Book Value of Equity to Book Value of Liabilities (Nilai Buku Modal / Nilai Buku Hutang)

Titik Cut-Off yang dilaporkan Altman
Untuk perusahaan Non Manufaktur baik yang sudah go publik maupun yang belum go publik
Nilai cut-off
Keterangan

Z < 1,10



Menunjukkan indikasi perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan yang serius, hal ini perlu ditindaklanjuti oleh manajemen perusahaan agar tidak terjadi kebangkrutan.


1,10 < Z < 2,60

Menunjukkan bahwa perusahaan berada dalam kondisi rawan. Dalam kondisis ini manajemen harus hati-hati dalam mengelola aset-aset perusahaan agar tidak terjadi kebangkrutan (Grey Area).

Z > 2,60
Menunjukkan perusahaan dalam kondisi keuangan yang sehat dan tidak mempunyai permasalahan dengan keuangan (non-bankrupt company)
Sumber : Predicing Financial Distress of Companies : Revisiting The       Z-Score and  Zeta â Models ; 2000



BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.       Objek Penelitian
Pada penulisan ilmiah ini yang menjadi objek penelitian adalah laporan keuangan yang terdiri dari neraca dan laporan laba rugi pada PT PLN (Persero), yang terletak di Jl. Trunojoyo Blok M I/135, Jakarta 12160, Kebayoran Baru, Indonesia.

3.2.       Data / Variabel yang Digunakan
Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder yang berupa laporan keuangan PT. PLN (Persero), yang terdiri dari neraca dan laporan Laba rugi periode 2008-2012 yang penulis ambil dari media internet.

3.3.       Metode Pengumpulan Data / Variabel
Untuk memperoleh data-data tersebut, penulis menggunakan metode sebagai berikut:
1.    Metode Studi Lapangan
Dalam memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penulisan ilmiah ini, penulis menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi), selain itu data sekunder, dimana data ini diperoleh melalui media internet yang telah dipublikasikan oleh PT PLN (Persero).
2.    Metode Studi Pustaka
Memahami dan mendalami materi serta teori yang berhubungan dengan pembahasan analisis potensi kebangkrutan dan model Altman untuk mencari teori-teori serta konsep-konsep yang dapat dijadikan landasan teori dalam mendukung penulisan ilmiah ini.

3.4.       Alat Analisis yang Digunakan
1.      Analisis deskriptif
Penulis menggunakan tabel dan grafik untuk memperjelas pembahasan pada penelitian ilmiah ini.
2.      Analisis kuantitatif
Analisis kuantitatif yang digunakan pada penulisan ilmiah ini adalah analisis Altman Z-Score pada perusahaan non manufaktur.
Dengan formula :
Z = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3+ 1,05 X4
 
 

Keterangan :

Z                 :    Overall Indeks (Indeks Keseluruhan)
X1              :    Working Capital to Total Assets (Modal Kerja / Total Aktiva)
X2              :    Retained Earning to Total Assets (Laba yang Ditahan / Total Aktiva)
X3              :    Earning Before Interest and Taxes to Total Assets (Laba Sebelum Bunga dan Pajak / Total Aktiva)
X4              :    Book Value of Equity to Book Value of Liabilities (Nilai Modal Sendiri / Nilai Buku Hutang)


Tabel 3.1
Titik Cut-Off yang dilaporkan Altman
Untuk perusahaan Non Manufaktur baik yang sudah go publik maupun yang belum go publik

Nilai cut-off
Keterangan

Z < 1,10



Menunjukkan indikasi perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan yang serius, hal ini perlu ditindaklanjuti oleh manajemen perusahaan agar tidak terjadi kebangkrutan.


1,10 < Z < 2,60

Menunjukkan bahwa perusahaan berada dalam kondisi rawan. Dalam kondisis ini manajemen harus hati-hati dalam mengelola aset-aset perusahaan agar tidak terjadi kebangkrutan (Grey Area).

Z > 2,60
Menunjukkan perusahaan dalam kondisi keuangan yang sehat dan tidak mempunyai permasalahan dengan keuangan (non-bankrupt company)

Selain itu penulis menggunakan bantuan software berupa Microsoft Excel untuk menghasilkan perhitungan rasio yang baik.





DAFTAR PUSTAKA

Altman, Edward I. 2000. Predicting Financial, Distress of Companies : Revisiting The Z-Score and Zeta ® Models, New York University, Stern School of Business.
Baridwan, Zaki. 2000. Intermediate Accounting, Yogyakarta: Edisi 7, BPFE.
Endri. 2009. Prediksi Kebangkrutan Bank Untuk Menghadapi dan Mengelola Perubahan Lingkungan Bisnis: Analisi Model Altman’s Z-Score, Perbanas, Jakarta
Prihadi, Toto. 2009. Investigasi Laporan Keuangan dan Analisis Rasio Keuangan, Jakarta : PPM.
Riyanto, Bambang. 2004. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Yogyakarta: Edisi 4, BPFE.
Sarjono, Haryadi. 2006. Analisis Laporan Keuangan Sebagai Alat Prrediksi Kemungkinan Kebangkrutan Dengan Model Diskriminan Altman Pada Sepuluh Perusahaan Properti di Bursa Efek Jakarta, Karya Akhir, Universitas Bunda Mulia, Jakarta.
Sawir, Agnes. 2001. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Sugiri, Slamet dan Bogas Agus Riyono, 2007, Akuntansi Pengantar 1, Yogyakarta : Edisi 6, STIM YPN.
http:// www.pln.co.id (8 Mei 2013)



3 komentar:

  1. Nice Post Jangan Lupa Kunjungi http://contohbimbinganskripsi.blogspot.com/

    BalasHapus
  2. kak ijin untuk ambil datanya ya

    BalasHapus
  3. Assalamu'alaikum ka, kebetulan saya sedang menganalisis perusahaan yg sama untuk penulisan ilmiah. Ada beberapa yg ingin saya tanyakan, boleh saya minta kontak kakak? Kebetulan saya cari referensi penulisan kakak di website gunadarma gak bisa kebuka. Terima kasih ka sebelumnya

    BalasHapus